DOKUMENTASI KEGIATAN “GIAT PERINGATAN HARI IBU 22 DESEMBER 2023 AP2I JATIM BEKERJASAMA DENGAN CHARACTER & LEMBAGA LAINNYA”

Kegiatan ini merupakan kolaborasi dan kontribusi dalam rangka peringatan Hari Ibu di tanggal 22 Desember 2023 bertempat di lantai 2 Royal Plaza Surabaya .
Rangkaian acara yang padat dan semarak dengan penampilan seni anak Paud TK dan SD juga bunda bundanya. Selain Talk Show Positif Parenting juga berlanjut dengan kegiatan konseling gratis bagi pengunjung yang hadir dalam acara.

Kegiatan ini merupakan giat untuk Ibu Pertiwi pada negeri tercinta
Semoga menambah semangat kami
Semoga mendatang bisa bermanfaat dan membangun kebersamaan dalam menebarkan kebaikan

Selamat Hari Ibu
22 Desember 2023

Strategi Pembelajaran di Kelas Inklusi

(Image by Freepik)

ABK adalah anak-anak yang dalam proses tumbuh kembangnya mengalami gangguan dan hambatan secara bermakna (significantly) dari kriteria normal dalam karakteristik: mental/intelektual (yang gifted maupun yang retarded), sensorik, neuromotor/fisik, perilaku sosial, kemampuan berkomunikasi/kesulitan belajar, berpenyakit kronis, atau gabungan dari dua atau lebih karakteristik tersebut; dan karena gangguan dan hambatan tersebut diperlukan modifikasi layanan pendidikan yang disebut pendidikan khusus (special education) (Permendiknas no 70, 2009).

Dengan keunikan dan keberagaman ABK tidak menghalangi mereka untuk mendapat akses pendidikan yang bermutu. Hal tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan inklusi dengan pendidik dan tenaga kependidikan sekolah yang memahami dan memiliki ketrampilan dalam pendidikan inklusi serta berkomitmen dalam memberikan pelayanan pendidikan bermutu bagi ABK.Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Sehingga strategi pembelajaran mengacu kepada pengertian sebagai seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan.

Komponen dari strategi pembelajaran itu sendiri antara lain tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat, sumber pelajaran dan evaluasi. Agar tujuan itu tercapai, semua komponen yang ada harus diorganisasikan sehingga antar sesama komponen terjadi kerjasama. Karena itu guru tidak boleh hanya memperhatikan komponen-komponen tertentu saja, tetapi harus mempertimbangkan komponen secara keseluruhan.

Pengertian Strategi Pendidikan Inklusi

Strategi pendidikan inklusif adalah cara penempatan anak luar biasa tingkat ringan, sedang, berat secara penuh di kelas biasa sehinga anak ABK harus belajar di kelas yang sama dengan teman sebayanya (Sunardi:2002). Inti pendidikan inklusif adalah Hak Azasi Manusia 1949 atas pendidikan diumumkan pada Dekarasi Hak Azasi Manusia dimuat dalam artikel 2 Konvensi hak anak (PBB, 1989) isinya adalah bahwa semua anak mempunyai hak untuk menerima etnis, agama, bahasa, jenis kelamin, kemampuan dan lain-lain. Sedangkan terdapat juga alasan penting kemanusiaan, ekonomi, sosial, dan alasan politik memperjuangkan suatu kebijakan dan pendekatan pendidikan inklusif.

Strategi Pembelajaran dalam Setting Kelas Inklusif

(Image by Freepik)

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah mereka yang mempunyai kebutuhan, baik permanen maupun sementara, yang disebabkan oleh kondisi sosial-emosi, dan/atau, kondisi ekonomi dan/atau, kondisi politik dan/atau, kelainan bawaan maupun yang didapat kemudian. Dengan kata lain, kita tidak hanya membicarakan kelompok minoritas yang disebabkan oleh kelainan saja, tetapi mencakup sejumlah besar anak yang sekolah. Oleh karenanya, sekolah hendaknya mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa, ataupun kondisi-kondisi lainnya. Sekolah harus mencari cara agar berhasil mendidik semua anak, termasuk mereka yang berkebutuhan pendidikan khusus. Mengubah sekolah atau kelas tradisional menjadi inklusif, ramah terhadap pembelajaran merupakan suatu proses dan bukan suatu kejadian tiba-tiba. Proses ini tidak akan terjadi dalam sehari, karena memerlukan waktu dan kerja kelompok.

Pendidikan inklusi adalah penerimaan anak-anak yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, interaksi sosial, dan konsep diri (visi-misi) sekolah. Pada sekolah inklusif, setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan atau penyesuaian mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai sistem penilaiannya (Anggraini, R.L, 2014).

Mendiknas menjelaskan, untuk menangani pendidikan inklusif di Indonesia maka diperlukan strategi khusus. Dimana strategi pokok yang diterapkan pemerintah, diantaranya Pertama, peraturan perundang-undangan yang menyatakan jaminan kepada setiap warga negara Indonesia untuk memperoleh pelayanan pendidikan. Kedua, memasukkan aspek fleksibilitas ke dalam sistem pendidikan pada jalur formal, non formal , dan informal.

Aspek-aspek penting dalam Pendidikan Inklusif

(Image by Freepik)

Selanjutnya aspek-aspek penting yang harus diperhatikan dalam menyelenggarakan sekolah yang inklusif adalah:

  1. Guru perlu mengetahui bagaimana cara mengajar anak dengan latar belakang dan kemampuan yang beragam. Peningkatan kemampuan ini dapat kita lakukan dengan berbagai cara, seperti: pelatihan, tukar pengalaman, lokakarya, membaca buku, dan mengeksplorasi/menggali sumber lain, kemudian mempraktekkannya di dalam kelas.
  2. Semua anak memiliki hak untuk belajar, tanpa memandang perbedaan fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa atau kondisi lainnya, seperti yang ditetapkan dalam Konvensi Hak Anak yang telah ditandatangani semua pemerintah di dunia.
  3. Guru menghargai semua anak di kelas, guru berdialog dengan siswanya; guru mendorong terjadinya interaksi di antara anak-anak; guru mengupayakan agar sekolah menjadi menyenangkan; guru mempertimbangkan keragaman di kelasnya; guru menyiapkan tugas yang disesuaikan untuk anak; guru mendorong terjadinya pembelajaran aktif untuk semua anak.
  4. Dalam lingkungan pembelajaran yang inklusif, setiap orang berbagi visi yang sama tentang bagaimana anak harus belajar, bekerja dan bermain bersama. Mereka yakin, bahwa pendidikan hendaknya inklusif, adil dan tidak diskriminatif, sensitif terhadap semua budaya, serta relevan dengan kehidupan sehari-hari anak.
  5. Lingkungan pembelajaran yang inklusif mengajarkan kecakapan hidup dan gaya hidup sehat, agar peserta didik dapat menggunakan informasi yang diperoleh untuk melindungi diri dari penyakit dan bahaya. Selain itu, tidak ada kekerasan terhadap anak, pemukulan atau hukuman fisik.

Manfaat lingkungan pembelajaran yang inklusif

(Image by Freepik)

Menurut laporan UNESCO tahun 2003, ketika Pendidikan Inklusif diterapkan, penelitian terkini menunjukkan adanya peningkatan prestasi dan kemajuan pada semua anak. Di banyak daerah di dunia dilaporkan, bahwa diperoleh manfaat pribadi, sosial, dan ekonomi dengan mendidik anak-anak usia sekolah dasar yang memiliki kebutuhan khusus di sekolah umum. Kebanyakan siswa dengan kebutuhan khusus ini berhasil diakomodasi dengan lebih menyenangkan melalui cara yang ramah dan menghargai keragaman ini.

Adapun manfaat lingkungan pembelajaran yang inklusif adalah sebagai berikut:

  • Manfaat bagi anak

Manfaat bagi anak diantaranya adalah kepercayaan dirinya berkembang; bangga pada diri sendiri atas prestasi yang diperolehnya; belajar secara mandiri; mencoba memahami dan mengaplikasikan pelajaran di sekolah dalam kehidupan sehari-hari; berinteraksi secara aktif bersama teman dan guru; belajar menerima perbedaan dan beradaptasi terhadap perbedaan; dan anak menjadi lebih kreatif dalam pembelajaran.

  • Manfaat bagi guru

Manfaat bagi guru diantaranya adalah mendapat kesempatan belajar cara mengajar yang baru dalam melakukukan pembelajaran bagi peserta didik yang memiliki latar belakang dan kondisi yang beragam; mampu mengatasi tantangan; mampu mengembangkan sikap yang positif terhadap anggota masyarakat, anak dan situasi yang beragam; memiliki peluang untuk menggali gagasan-gagasan baru melalui komunikasi dengan orang lain di dalam dan di luar sekolah; mampu mengaplikasikan gagasan baru dan mendorong peserta didik lebih proaktif, kreatif, dan kritis; memiliki keterbukaan terhadap masukan dari orangtua dan anak untuk memperoleh hasil yang positif.

  • Manfaat bagi orangtua

Manfaat bagi orang tua antara lain: orangtua dapat belajar lebih banyak tentang bagaimana anaknya dididik; mereka secara pribadi terlibat dan merasa lebih penting untuk membantu anak belajar. Ketika guru bertanya pendapat mereka tentang anak; orangtua merasa dihargai dan menganggap dirinya sebagai mitra setara dalam memberikan kesempatan belajar yang berkualitas untuk anak; orangtua juga dapat belajar bagaimana cara membimbing anaknya di rumah dengan lebih baik, yaitu dengan menerapkan teknik yang digunakan guru di sekolah.

  • Manfaat bagi masyarakat

Manfaat antara lain: masyarakat lebih merasa bangga ketika lebih banyak anak bersekolah dan mengikuti pembelajaran; masyarakat menemukan lebih banyak “calon pemimpin masa depan” yang disiapkan untuk berpartisipasi aktif di masyarakat. Masyarakat melihat bahwa potensi masalah sosial, seperti: kenakalan dan masalah remaja bisa dikurangi; dan masyarakat menjadi lebih terlibat di sekolah dalam rangkah menciptakan hubungan yang lebih baik antara sekolah dan masyarakat.

Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi

(Image by Freepik)

Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi, antara lain :

1. Penuhi prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusi

a. Prinsip pemerataan dan peningkatan mutu : metodologi pembelajaran bervariasi yang bisa memberikan akses bagi semua anak dan mengahargai perbedaan.

b. Prinsip kebutuhan individual : setiap anak memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda karena iru pendidikan harus diusahakan unutk menyesuaikan dengan kondisi anak.

c. Prinsip Kebermaknaan : pendidikan inklusi harus menerapkan dan menjaga komunitas kelas yang ramah, menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan.

d. Prinsip Keberlanjuatan : pendidikan inklusi dieslenggarakan secara berkelanjutan pada semua jenjang pendidikan.

e. Prinsip keterlibatan : penyelenggaraan pendidikan inklusi harus melibatkan semua komponen pendidikan terkait.

2. Kurikulum dikembangkan menjadi beberapa model kurikulum

a. Duplikasi : mengembangkan atau memberlakukan kurikulum untuk siswa berkebutuhan khusus secara sama atau serupa dengan kurikulum yng digunakan siswa pada umumnya.

b. Modifikasi : cara pengembangan kurikulum dengan memodifikasi kurikulum umum yang diberlakukan untuk siswa-siswa reguler dirubah untuk disesuaikan dengan kemampuan siswa berkebutuhan khusus.

c. Subsitusi : mengganti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum dengan sesuatu yang lain, karena hal tersebut tidak mungkin diberikan kepada siswa berkebutuhan khusus.

d. Omisi : upaya untuk menghilangkan sesuatu (sebagian atau keseluruhan) dari kurikulum umum karena hal tersebut tidak mungkin diberikan kepada siswa berkebutuhan khusus.

3. Pilih Model Pembelajaran Inklusi

a. Kelas reguler : anak berhambatan belajar bersama anak reguler sepanjang hari dengan menggunakan kurikulum yang sama.

b. Bentuk kelas reguler dengan cluster : anak berhambatan belajar bersama anak lain dalam kelas reguler dalam kelompok khusus.

c. Bentuk kelas reguler dengan pull out : anak berhambatan belajar bersama anak lain di kelas reguler, namun dalam waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.

d. Bentuk kelas reguler dengan cluster dan pull out : anak berhambatan belajar bersama anak lain di kelas reguler dalam kelompok khusus, namun dalam waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.

e. Bentuk kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian : anak berhambatan belajar di kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain di kelas reguler.

f. Bentuk kelas khusus penuh di sekolah reguler : anak berhambatan belajar di kelas khusus pada sekolah reguler (Anggraini, R.L, 2014)

Selain memperhatikan prinsip-prinsip, kurikulum dan model pembelajaran inklusi dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi, proses pembelajaran dalam setting inklusi selalu berupaya melakukan beberapa langkah, seperti :

a. Merancang proses pembelajaran, dengan menyusun Program Pembelajaran Individual (PPI), dengan melibatkan Kepala Sekolah, Koordinator PPABK, guru kelas, guru pembimbing khusus, tenaga ahli, dan orang tua peserta didik sesuai dengan kebutuhan anak dan memperhatikan aspek akademik dan aspek non akademik.

b. Mengatur proses belajar yang memperhatikan metode dan teknik guru dalam mengajar, dan memperhatikan moda belajar anak

c. Guru menyiapkan media pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan memudahkan anak memahami konsep pembelajaran

d. Materi pembelajaran disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan untuk anak

e. Dalam penyampaian materi ajar, guru menggunakan bahasa yang dikenal dan dikuasai anak, agar materi yang disampaikan dapat dimengerti anak.

f. Setiap proses pembelajaran perlu dievaluasi untuk menggambarkan keberhasilan proses belajar mengajar dengan menetapkan sistem penilaian yang disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan anak.

4. Penilaian Hasil Belajar ABK      

Untuk menilai hasil belajar ABK tentunya tidak hanya didasarkan pada hasil UASBN, tetapi juga mempertimbangkan dari hasil penilaian berkelanjutan. Penilaian berkelanjutan dilakukan untuk mengamati secara terus menerus tentang sesuatu yang diketahui, dipahami, dan yang dapat dikerjakan oleh siswa. Penilaian ini dapat dilakukan beberapa kali dalam setahun, misalnya: awal, pertengahan, dan akhir tahun melalui: obserasi; portofolio; bentuk ceklis (keterampilan, pengetahuan, dan perilaku); tes, kuis; dan penilaian diri serta jurnal reflektif. Dengan menggunakan penilaian yang berkelanjutan, guru dapat mengadaptasi perencanaan dan pengajarannya sesuai fase perkembangan belajar siswa, sehingga semua siswa akan mendapatkan peluang untuk belajar dan sukses.

tentunya selain dengan mengadopsi Strategi Pembelajaran dalam Setting Kelas Inklusif seperti diatas agar siswa tetap bisa belajar dengan nyaman dan terhindar dari tindakan diskriminasi kita dapat belajar lebih lanjut dengan mengikuti training dengan tema Desain dan Pengelolaan di kelas Inklusi yang akan kami selenggarakan pada hari Minggu, 20 Agustus 2023

Yuk ikuti & Bergabung pada pelatihan Desain & Pengelolaan Di Kelas Inklusi dengan klik link dibawah ini :

—– KLIK DISINI UNTUK MENDAPATKAN PELATIHAN PENTINGNYA DESAIN DAN PENGELOLAAN DI KELAS INKLUSI —–

Oleh : Basilia S.W

Daftar Pustaka :

Kementrian Pendidikan Nasional. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional no 70 tahun 2009. 2009.

Anggraini, R.L. Proses Pembelajaran Inklusi untuk Anak Bekebutuhan Khusus kelas V SD Negeri Giwangan, Yogyakarta. 2014. Yogyakarta. Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Yasmina Foundation. Pedoman Mutu. 2018. Bogor.

Pentingnya Bermain Bagi Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini

(Image by jcomp on Freepik)

Pendidikan anak usia dini memiliki peran penting dalam aspek perkembangan dan pembentukan karakter pada anak. Karena pada tahapan pendidikan ini, anak masih berada pada fase usia 0-6 tahun yang merupakan masa emas (golden age), dimana pada masa emas ini adalah saat yang tepat untuk mengoptimalkan proses tumbuh kembang anak. Anak pada usia ini seperti ‘spon’ yang mudah sekali dalam menyerap informasi dari lingkungan dengan cepat dan sebaliknya jika pengoptimalan proses tumbuh kembang tersebut tidak mendapat perhatian dan penanganan dengan tepat akan berakibat kurang baik pada masa mendatang. Anak usia dini merupakan individu yang sedang berada pada fase perkembangan eksplosif, anak akan mencapai  perkembangan optimal sesuai indikator perkembangan pada usia tersebut jika mendapatkan stimulasi yang sesuai dengan tahapan usianya.

Salah satu hal penting dalam tahapan perkembangan anak adalah perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif merupakan suatu perkembangan yang sangat komprehensif berkaitan dengan kemampuan berpikir pada anak yang terjadi melalui urutan yang berbeda. Kemampuan untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa merupakan suatu proses berpikir  (Indarwarti, 2017; Kasumayanti & Elina, 2018). Dimana dalam proses perkembangannya anak akan dapat meningkatkan kemampuan dalam menggunakan pengetahuannya melalui penggunaan media dan dilaksanakan secara terus-menerus seiring usia perkembangannya sebagai suatu proses perkembangan kognitif.

Sedangkan bermain adalah kegiatan yang paling digemari oleh anak-anak. Oleh karena itu adalah menjadikan hal penting suatu kegiatan bermain menjadi media pembelajaran perkembangan kognitif anak usia dini. Dimana, perkembangan kognitif pada anak dapat diarahkan  pada pengembangan Auditoric, Visual, Tactile, Kinesthetic, Arithmetic, Geometric, dan Science.  Melalui  suatu kegiatan permainan dapat memberikan stimulasi bagi perkembangan kognitifnya, dimana melalui permainan anak-anak dapat belajar  dan  mempraktekkan  cara  berpikir,  merasakan dan  bertindak. 

Macam-Macam Permainan Yang Bisa Memberikan Stimulasi Bagi Perkembangan Kognitif Pada Anak Usia Dini

  • Pengembangan Auditorik

(Image by jcomp on Freepik)

Pengembangan Auditorik pada anak usia dini merupakan pengembangan yang lebih    ditekankan pada pengembangan  kemampuan  anak  usia  dini  dalam kemampuannya untuk mendengar, dimana pengembangan ini melalui proses menerima kumpulan suara benda, kosa kata atau kalimat yang memiliki makna  dalam  topik  tertentu.  Tujuannya adalah anak memperoleh   informasi   dan   dapat   berinteraksi   dengan   lingkungan. Kemampuan   mendengar   anak   usia   dini   merupakan kemampuan utama dalam  proses  mempelajari  suatu  pengetahuan.  Anak  yang mempunyai kemampuan  mendengar dengan  baik,  maka anak  mudah  mengerti dan menerima maksud dan membuat penafsiran tentang sesuatu hal (Mujibdan Rahmawati,  2012). Kemampuan  ini  berhubungan  dengan  bunyi  atau  indera pendengaran anak. Kemampuan yang dikembangkan, antara lain, mendengarkan atau menirukan bunyi yang didengar sehari-hari, mendengarkan nyanyian  latunan  ayat  suci  Al  Quran,  atau  syair  dengan  baik,  mengikuti perintah lisan sederhana, mendengarkan dongeng dengan baik, mengungkapkan kembali cerita sederhana, menebak lagu atau apresiasi musik, mengikuti  ritmik  dengan  bertepuk,  mengetahui  asal  suara  dan  mengetahui nama  benda  yang  dibunyikan. Sedangkan kemampuan  mendengar  anak  usia  dini  memiliki beberapa  tingkatan (Mujib dan Rahmawati,   2012),  di  antaranya : 1)  Mendengar  bunyi-bunyi kata  tanpa  membekas  dalam  pikiran, 2)  Mendengar  setengah-setengah, 3) Mendengar   dengan   mulai   merangkai   idea   atau   pengetahuan.

Contoh  permainan  pengembangan  auditorik  anak  usia  dini  adalah  menebak bunyi.

Pengembangan visual anak usia dini merupakan pengembangan yang lebih ditekankan pada kemampuan  yang  berhubungan dengan  penglihatan,  pengamatan,  perhatian,  tanggapan  dan persepsi  anak terhadap  lingkungan  sekitarnya. Kemampuan  yang  dikembangkan  antara  lain: mengenali  benda-benda  yang  ada  disekitar  lingkungannya; membandingkan benda-benda dari yang sederhana menuju ke yang lebih kompleks; mengetahui benda dari ukuran, bentuk, atau dari warnanya; mengetahui adanya benda yang hilang apabila ditunjukkan sebuah gambar yang belum sempurna atau janggal; menjawab pertanyaan tentang sebuah gambar seri dan atau lainnya; menyusun potongan  teka-teki  mulai  dari  yang  sederhana  sampai  ke  yang  lebih  rumit; mengenali  namanya  sendiri  bila  tertulis  dan  mengenali  huruf, angka  dan warna.

  • Pengembangan Taktil
Image by prostooleh on Freepik

Pengembangan taktil anak usia dini pengembangan yang ditekankan pada kemampuan  yang  berhubungan dengan    indera    peraba    (tekstur)    anak    usia    dini. Kemampuan yang dikembangkan,  antara  lain: mengembangkan  kesadaran  akan indera sentuhan, mengembangkan kesadaran  akan  berbagai tekstur, mengembangkan  kosa  kata untuk  menggambarkan  berbagai  tekstur  seperti  tebal-tipis,  halus-kasar,  panas-dingin, dan tekstur kontras lainnya, bermain di bak pasir, bermain air, bermain dengan plastisin, menebak dengan meraba tubuh teman, meraba dengan kertas amplas, meremas kertas koran dan meraup biji-bijian.

  • Pengembangan Kinestetik

(Image by frimufilms on Freepik)

Pengembangan kinestetik anak usia dini, yaitu kemampuan    yang berhubungan  dengan  kelancaran  gerak  tangan  atau  keterampilan  atau  motorik halus  anak  usia  dini  yang  mempengaruhi  perkembangan  kognitif.  Tujuan  dari pengembangan  ini  adalah  mengkoordinasikan  keseimbangan,  kekuatan  dan kelenturan otot-otot tubuh. Cara  lain  yang dikembangkan untuk anak usia dini adalah  menjiplak  huruf-huruf  geometri,  melukis  dengan  cat  air,  menjahit dengan  sederhana,  merobek  kertas  koran,  menciptakan  bentuk-bentuk  dengan balok,  membuat  gambar  sendiri  dengan  berbagai  media,  menjiplak  bentuk lingkaran,  bujur  sangkar,  segitiga  atau  empat  persegi  panjang,  memegang  dan menguasai  sebatang  pensil,  menyusun  atau  menggabungkan  potongan  gambar atau teka-teki  dalam  bentuk  sederhana,  mampu  menggunakan  gunting  dengan baik,  dan  mampu  menulis,  melukis  dengan  jari  (finger painting),  melukis dengan  cat  air, mewarnai  dengan  sederhana,  menggunting,  menjiplak,  berlari, melompat dan lain-lain

  • Pengembangan Aritmatika
Boy doing some mathematical exercises

(Image by gpointstudio on Freepik)

Pengembangan Aritmatika anak usia dini merupakan pengembangan kognitif yang diarahkan   untuk   kemampuan matematika atau kemampuan  berhitung  atau  konsep  berhitung  permulaan. Kemampuan  yang  dikembangkan tersebut antara  lain,  mengenali  atau  membilang angka,  menyebut  urutan  bilangan,  menghitung  benda,  mengenali  himpunan dengan  nilai  bilangan  berbeda,  memberi  nilai  bilangan  pada  suatu  himpunan benda,  mengerjakan  atau  menyelesaikan  operasi  penjumlahan,  pengurangan, dengan menggunakan konsep dari kongkrit ke abstrak, menghubungkan konsep bilangan  dengan  lambing  bilangan,  dan  menciptakan  bentuk  benda  sesuai dengan konsep bilangan.

Beberapa  hal  yang  perlu  diperhatikan  oleh  orang  tua  sebelum mengajarkan matematika pada anak-anak, terutama pada anak usia dini adalah: 1)   Matematika   itu   bukanlah   hanya   sekedar   berhitung   angka-angka,   2) Matematika  adalah  bagian  dari  kehidupan  sehari-hari  dan  bukanlah  sesuatu yang  abstrak,  3)  Untuk  membuat  anak  usia  dini  cinta  matematika,  orangtua tidak  boleh  takut  pada  matematika,  4)  Belajar  tidak  harus  dipisahkan dari bermain.

  • Pengembangan Geometri
Little Asian girl playing with plastic cubes

(Image by pressfoto on Freepik)

Pengembangan Geometri anak usia dini merupakan pengembangan yang ditekankan pada kemampuan yang berhubungan dengan  konsep  bentuk  dan  ukuran.  Adapun  kegiatan  yang  dilakukan  antara lain:  1)  Mengukur  benda  dengan  sederhana,  2)  Menggunakan  bahasa  ukuran seperti  besar,  kecil,  panjang  pendek,  tinggi,  rendah,  3)  Mencipta  bentuk geometri   dan   lain-lain,   4)   Memilih   benda   menurut   warna,   bentuk   dan ukurannya,  5)  Mencocokkan  benda  menurut  warna,  bentuk  dan  ukurannya,  6) Membandingkan  benda  menurut  ukurannya  besar-kecil,  panjang-lebar,  tinggi-rendah,  7)  Mengukur  benda  secara  sederhana,  8)  Mengerti  dan  menggunakan bahasa   ukuran,   seperti   besar-kecil,   tinggi-rendah,   panjang-pendek,   dan sebagainya, 9) Menyebut benda-benda yang ada di kelas sesuai dengan bentuk geometri,     10)     Mencontoh     bentuk-bentuk     geometri,     11)     Menyebut, menunjukkan,  dan  mengelompokkan  lingkaran,  segitiga,  dan  segiempat,  12) Menyusun  menara  dari  delapan  kubus,  13)  Mengenal  ukuran  panjang,  berat, dan isi, dan 14) Meniru pola dengan empat kubus.

  • Pengembangan Sains Permulaan

(Image by Freepik)

Pengembangan Sains  Permulaan anak usia dini merupakan pengembangan kognitif yang ditekankan pada kemampuan   yang berhubungan   dengan   berbagai   percobaan   atau   demonstrasi   sebagai   suatu pendekatan    secara Saintifik atau  Logis.  Hakikat  pengembangan  sains  adalah kegiatan  belajar  sambil  bermain  yang  menyenangkan  dan  menarik  melalui pengamatan, penyelidikan dan percobaan untuk mencari tahu atau menemukan jawaban tentang segala sesuatu yang ada di dunia sekitar. Pengembangan sains  secara  umum  bertujuan  agar  anak  mampu  secara  aktif  mencari  informasi mengenai  apa  yang  ada  di  sekelilingnya. Sedangkan  secara  khusus  permainan sains    bertujuan   agar   anak    memiliki   kemampuan    mengamati    berbagai perubahan  yang  terjadi,  melakukan  percobaan  sederhana,  melakukan  kegiatan mengklasifikasi, membandingkan, memperkirakan dan mengkomunikasikannya serta  membangun kreatifitas  dan  inovasi  pada  diri anak.   Adapun   kemampuan   yang   akan   dikembangkan,   antara   lain:   1) Mengeksplorasi  berbagai  benda  yang  ada  di  sekitar,  2)  Mengadakan  berbagai percobaan  sederhana,  dan  3)  Mengkomunikasikan  apa  yang  telah  diamati  dan diteliti.

Oleh : Basilia S.W

DAFTAR PUSTAKA.

Indarwarti, A. 2017. Mengembangkan Kecerdasan Kognitif Anak Melalui Beberapa

Metode. 109–118.

Metode Bermain untuk Mengembangkan Kognitif Anak Usia Dini

(Image by jcomp on Freepik)

Berkembangnya kemampuan kognitif pada anak-anak menjadikan mereka dapat menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga mereka bisa berguna dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat sekitarnya. Berkaitan dengan penerapan pengembangan kognitif pada anak usia dini, maka orangtua di rumah atau guru di sekolah dapat menerapkan kegiatan bermain sambil belajar untuk anak-anak dengan menggunakan metode yang tepat. Piaget mengemukakan bahwa metode bermain merupakan kegiatan bermain dengan latihan untuk mengkonsolidasikan berbagai pengetahuan dan keterampilan kognitif yang baru dikuasai sehingga dapat berfungsi secara efektif. Melalui kegiatan bermain, semua proses mental yang baru dikuasai dapat diinternalisasi oleh anak. Kegiatan bermain merupakan sarana bagi anak dalam melakukan berbagai eksperimen tentang berbagai konsep yang diketahui dan yang belum diketahuinya yang semua aktivitas tersebut dapat  berfungsi   untuk   meningkatkan kemampuan kognitif  pada anak.  Keterlibatan  kognitif  dalam  kegiatan  bermain ini bergerak  dari keterlibatan  kemampuan  kognitif  secara  sederhana  sampai pada kemampuan  kognitif yang lebih tinggi. Adapun jenis-jenis bermain tersebut diantara sebagai berikut:

  • Bermain konstruktif

(Image by jcomp on Freepik)

Sejalan dengan perkembangan kognitifnya, anak-anak sudah tak asing melakukan permainan ini.  Berrmain konstruktif adalah kegiatan bermain dimana anak membentuk sesuatu, menciptakan bangunan tertentu dengan alat permainan yang tersedia, seperti membuat rumah-rumahan menggunakan lego (Tedjasaputra 2001). Kegiatan bermain konstruktif lainnya diantaranya dilakukan anak dengan jalan menyusun balok-balok  kecil  menjadi  suatu  bangunan, seperti rumah, menara dan sebagainya. Di samping itu, dalam kegiatan bermain ini anak anak dapat melatih gerakan  motorik  halusnya.  Hal  ini  terlihat  pada  waktu  ia menggunakan  jari-jarinya  untuk  menyusun  balok-balok  agar  tidak  jatuh.  Pada waktu  yang  bersamaan,  anak  juga  mengoperasikan  kemampuan  kognitifnya untuk  memikirkan  agar  baloknya  tidak  jatuh  dan  memilih  balok-balok  yang tepat untuk dijadikan  bangunan seperti  yang diinginkannya.  Aktivitas bermain ini terutama dilakukan oleh anak-anak usia 3-5 tahun.

  • Bermain  untuk  pengembangan  kemampuan  dasar  IPA

(Image by jcomp on Freepik)

Bermain  untuk  pengembangan  kemampuan  dasar  IPA merupakan permainan yang dilakukan  untuk  mengembangkan  kemampuan  dasar  IPA  di  Taman  Kanak-kanak.  Oleh  sebab  itu,  permainan  ini  syarat  dengan  kegiatan  yang  berkaitan dengan  aktivitas  kognitif.  Misalnya  kegiatan  dalam  melakukan  pengamatan, penyelidikan,  kegiatan  dalam  mendapatkan  penemuan  dan  mengklasifikasi objek dan peristiwa yang berkaitan dengan IPA.

  • Bermain matematika

(Image by Freepik)

Seperti permainan yang dilakukan dalam bermain IPA, permainan matematika juga salah satu bentuk permainan yang melibatkan aktivitas kognitif dari tingkat sederhana ketingkat yang lebih kompleks seperti menyebutkan  angka,  mencocokkan  angka  dengan  jumlah  benda  yang  sesuai dengan angka yang dimaksud, dan lain-lain.

  • Bermain untuk pengembangan kemampuan kognitif, kemampuan bahasa dan  psikososial.

(Image by pikisuperstar on Freepik)

Yaitu bermain  drama  merupakan  refleksi  dari  pengembangan kemampuan  kognitif  anak  usia  Taman  Kanak-kanak  yang  ditekankan  dalam imajinasi  atau  fantasi.  Seiring  dengan  hal  tersebut,  bermain  drama  merupakan sarana  yang  dapat  digunakan  bagi  pengembangan  kemampuan  bahasa  dan komunikasi,   serta   kemampuan   psikososial   atau   perilaku   anak   tersebut. Selanjutnya   aktivitas   dalam   bermain   drama   ini   sangat   berguna   dalam pengembangan  kreativitas  anak.  Dalam  bermain  drama,  anak  aktif  bercakap-cakap  tentang  hal  yang  berkaitan  dengan  drama  yang  dimainkannya,  aktivitas ini  bermanfaat bagi pengembangan kemampuan anak dalam  bersosialisasi dan berkomunikasi

  • Bermain  sebagai  latihan  koordinasi  gerakan  motorik

(Image by Freepik)

Bermain sebagai latihan  untuk  meningkatkan  keterampilan  dalam  mengkoordinasikan  gerakan motorik,  baik  motorik  kasar  maupun  motorik  halus,  disebut  bermain  sebagai sarana latihan. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas anak yang melakukan gerakan motorik  secara  berulang-ulang, seprti  berlari,  memanjat, naik sepeda dan  lain-lain.  Walaupun  kegiatan  bermain  ini  lebih  ditekankan  pada pengembangan koordinasi gerakan motorik, akan tetapi kegiatan bermain ini secara bersamaan juga  mengembangkan  kemampuan  kognitif  anak. Keterkaitan  antara  gerak motorik dengan aktivitas kognitif dapat dilihat pada waktu anak memperkirakan apakah  pohon   yang  akan  dipanjat  tinggi  atau  tidak  tinggi.   Kegiatan ini membantu  anak  untuk  memperkirakan  batas  kemampuannya  untuk  memanjat pohon itu. Aktivitas bermain sebagai latihan dilakukan oleh anak yang berusia 3-5 tahun.

  • Bermain  formal.

(Image by Freepik)

Bermain  formal  dilakukan  anak  pada  waktu  ia  melakukan permainan  yang  bersifat  pertandingan  atau  perlombaan.  Kegiatan  bermain  ini telah  memiliki  aturan,  struktur,  dan  tujuan.  Misalnya,  bermain  untuk  menang. Seperti  yang  terjadi  pada  waktu  anak  bermain  kelereng,  sepak  bola  dan lainlain.  Anak  Taman  Kanak-kanak  sudah  dapat melakukan  aktivitas  bermain ini walaupun pada tahap permulaan. (Jamaris,2006).

  • Bermain dengan metode bercerita

(Image by jcomp on Freepik)

Bermain dengan metode berceritamerupakan  salah  satu  pemberian  pengalaman  belajar  bagi anak dengan  membawakan  cerita  kepada  anak  secara  lisan.  Cerita  yang dibawakan  harus  menarik  dan  menngundang  perhatian  anak  dan  tidak  lepas dari  tujuan  pendidikan  bagi  anak.  Bila  isi  cerita  dikaitkan dengan  dunia kehidupan  anak,  maka  mereka  dapat  memahami  isi  cerita  itu,  mereka  akan mendengarkan  dengan  penuh  perhatian  dan  dengan  mudah  dapat  menangkap isi cerita. Adapun teknik-teknik  dalam   bercerita   kepada   anak   yaitu:  

  1. membacakannya  langsung  dari  buku cerita, 
  2. bercerita  dengan  menggunakan ilustrasi  gambar  dari  buku
  3. menceritakan  dongeng
  4. bercerita  dengan menggunakan  papan  flannel
  5. bercerita  dengan  menggunakan  media  boneka
  6. dramatisasi  suatu  cerita
  7. bercerita  sambil  memainkan  jari-jari  tangan (Moeslichatoen,  2004).

Tujuan  metode  bercerita  bagi  anak  yaitu  diantaranya:

  1. Mengembangkan kemampuan berbicara dan memperkaya  kosa  kata  anak, terutama  bagi  anak-anak  batita  yang  sedang  belajar  bicara, 
  2. Bercerita  atau mendongeng merupakan proses mengenalkan   bentuk-bentuk   emosi dan ekspresi  kepada  anak,  misalnya  marah,  sedih,  gembira,  kesal  dan  lucu,   Memberikan  efek  menyenangkan,  bahagia  dan  ceria,  khususnya  bila  cerita yang   disajikan   adalah   cerita   lucu,
  3. Menstimulasi daya imajinasi dan kreativitas anak,  memperkuat daya  ingat, serta membuka cakrawala pemikiran anak  menjadi  lebih  kritis  dan  cerdas
  4. Dapat  menumbuhkan  empati  dalam diri  anak,
  5. Melatih dan mengembangkan kecerdasan anak,
  6. Sebagai langkah awal untuk menumbuhkan minat baca anak,
  7. Merupakan cara paling baik untuk mendidik tanpa kekerasan, menanamkan nilai  moral dan etikajuga kebenaran,serta  melatih kedisiplinan,
  8. Membangun hubungan personal  dan mempererat ikatan batin orang tua dengan anak.
  • Bermain metode  karyawisata

(Image by jcomp on Freepik)

Bermain metode karyawisata merupakan salah satu metode melaksanakan  kegiatan pengajaran di Taman Kanak-kanak dengan cara mengamati dunia sesuai dengan kenyataan  yang  ada secara  langsung  yang  meliputi  manusia,  hewan,  tumbuh-tumbuhan,  dan  benda  benda  lainnya.  Pengamatan secara langsung bagi anak memperoleh  kesan  yang  sesuai dengan  pengamatannya.  Pengamatan  ini  juga diperoleh  melalui  penca  indera  yakni  mata, telinga, lidah, hidung dan tangan. Metode karyawisata  akan  membantu  anak  memahami kehidupan nyata dalam lingkungan  sekitar mereka. Moeslichatoen(2004:70) mengatakan  bahwa  anak dengan menggunakan kelima inderanya  untuk  mengamati  dunia nyata secara langsung dalam kegiatan karyawisata  dapat  mengembangkan  pengetahuan  dan memperluas  wawasan:

1)  Setiap  benda  itu  mempunyai  sifat-sifat  yang  dapat dilihat, dibau,  didengar,  dirasakan,dan  diraba  serta  dapat  dideskripsikan, 

2) Benda-benda   itu   dapat   dibandingkan   satu   dengan   yang   lain   berdasarkan persamaandan  perbedaan  yang  dapat  dilihat,  dibau,  didengar,  dirasakan,  dan diraba.  3) Benda-benda  itu  dapat  digolong-golongkan  berdasarkan  kesamaan sifat  yang  dapat dilihat,  dibau,  dirasakan,  dan  diraba.

Melalui karyawisata diharapkan anak mendapat kesempatan yang luas untuk  melakukan kegiatan dan dihadapkan dengan bermacam benda yang dapat menarik perhatiannya, memenuhi kebutuhan rasa ingin tahunya, dan mengadakan kajian terhadap fakta    yang dihadapi secara langsung. Karyawisata memberi kesempatan  anak  untuk  melihat, mendengar, membau, mengecap, dan meraba tentang benda-benda disekitarnya. Berbagai macam pengalaman yang diperoleh dengan tangan pertama tersebut  merupakan  hal  yang  menarik  perhatian  dan akan  mendorong  anak  ingin  mengetahuidan  mengkaji  lebih  lanjut  semua  hal yang dipersepsikan.

  • Bermain metode  eksperimen

Bermain metode eksperimen yaitu percobaan  tentang  sesuatu.  Dalam  hal  ini  setiap anak bekerja sendiri sendiri.   Pelaksanaan   lebih   memperjelas   hasil   belajar, karena  setiap  anak  mengalami  dan  melakukan  kegiatan  percobaan.  Pembelajaran   bermain dengan metodee eksperimen ini merupakan :

a) Sebagai  usaha perkenalan.  Anak  diajak  untuk  berkenalan  dengan  alat,  bahan  serta  cara  kerja alat tersebut. Disamping  itu anak diajak untuk  mengenal  suatu konsep dengan berdasarkan   alat   kerja   tersebut,  

b) Eksperimen sebagai usaha  kejutan, dimaksudkan  agar  anak  dengan  bereksperimen  akan  memperoleh  pengalaman kerja langsung, baik dari alat maupun reaksi yang terjadi dalam percobaan itu,

c)  Usaha  eksperimen  untuk  memahami  suatu  konsep,  agar  anak  lebih  mudah untuk  menerima  konsep.  Dengan  pengalaman  langsung  maka  pengetahuan yang  diperoleh  anak  akan  melekat  lebih  lama, 

d)  Eksperimen  sebagai  model, dimaksudkan agar guru melaksanakan suatu usaha untuk mempermudah proses pembelajarannya dengan melakukan pendekatan-pendekatan yang memungkinkan anak lebih memahami konsep yang diajarkan.

e) Sebagai usaha pengulangan,   melalui   eksperimen   guru   mengulangi   teoritis   yang   telah disampaikan, dan konsep yang telah diajarkan akan lebih kongkrit jika melalui pelaksanaan eksperimen

  • Bermain Metode Tanya Jawab

Bermain metode tanya jawab merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar bagi anak. Dengan metode tanya jawab dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk mendapatkan respon lisan dari anak. Penggunaan  metode  tanya  jawab  dapat  dinilai  sebagai  metode  yang  cukup wajar  dan  tepat,  apabila  penggunaannya  dipergunakan  untuk: 

  1. Merangsang agar perhatian anak terarah pada suatu bahan pelajaran yang sedang dibicarakan, 
  2. Mengarahkan  proses  berfikir  dan  pengamatan  anak  didik, 
  3. Meninjau  atau  melihat  penguasaan  anak  didik  terhadap  materi/bahan  yang telah  diajarkan   sebagai   bahan   pertimbangan   untuk   melanjutkan   materi berikutnya, 
  4. Melaksanakan ulangan, evaluasi  dan  memberikan  selingan dalam ceramah.
  • Bermain Metode Pemberian Tugas

(Image by Freepik)

Bermain metode pemberian tugas yaitu metode yang memberikan kesempatan kepada anak melaksanakan tugas berdasarkan petunjuk langsung dari guru, apa yang  harus  dikerjakan,  sehingga  anak  dapat  memahami  tugasnya  secara nyata agar  dapat  dilaksanakan secara  tuntas (Sujiyono, 2005). Bermain metode pemberian tugas merupakan salah satu tanggung jawab yang harus diselesaikan oleh anak. Pemberian tugas merupakan salah  satu  metode  yang  dilakukan  oleh  pendidik    atau  orang  tua  ketika memberikan  pekerjaan  kepada  anak  untuk  mencapai  suatu  tujuan  kegiatan pengembangan tertentu. Dengan mengerjakan tugas yang diberikan diharapkan ada  perubahan  tingkah  laku  anak  yang  lebih  positif  sesuai  dengan  tujuan perkembangannya. 

  1. Metode  pemberian  tugas  dimaksudkan  dilakukan dengan tujuan antara lain:
  2. Memberi kesempatan   kepada   anak   untuk   belajar   lebih   banyak.  
  3. Memupuk   rasa tanggungjawab  pada  anak.
  4. Memperkuatmotivasi  belajar.
  5. Membangun hubungan yang erat dengan orang
  6. Mengembangkan  keberanian berinisiatif
  • Bermain Metode Demonstrasi

Bermain metode demonstrasi yaitu metode mengajar dengan cara  memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan  melakukan  suatu  kegiatan,  baik  secara langsung  maupun  penggunaan  media  pengajaran  yang  relevan  dengan  pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan. Seorang guru atau orang lain yang sengaja diminta atau siswasendiri  memperlihatkan pada  seluruh kelas tentang sesuatu  proses  atau  sesuatu  kaifiyah  melakukan  sesuatu. Dengan  demikian, disimpulkan  bahwa  metode  demonstrasi  ialah  cara  penyajian  materi  pelajaran kepada  anak  dengan  mengadakan  percobaan  dan  mengalami  langsung  serta membuktikan  sendiri  sesuatu  yang  dipelajarinya,  yang  bertujuan  agar  anak mampu memahami tentang cara mengatur atau  

  • Bermain Metode  Mengucap  Syair

Bermain metode mengucap  syair yaitu  suatu  cara  menyampaikan  sesuatu  melalui syair yang menarik yang dibuat guru untuk sesuatu, agar dapat dipahami anak. Dengan demikian, syair merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan suatu isi materi   mengenai   tema   yang   sedang   dibahas.   Hal   ini   akan memudahkan  guru  dalam  menginternalisasikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya agar tercapai dengan   baik dalam suasana kegiatan yang menyenangkan yaitu mengucap syair.  Oleh  karena  itu,  guru  dituntut  agar memliki kreativitas yang tinggi dalam membuat syair-syair yang sesuai dengan tema dan sub tema yang telah dirancang

  • Bermain Metode Sosiodrama
Cute smiling happy stylish children and female teacher on dark background. Beautiful stylish teen girls and boy standing together and posing on the school stage in front of the curtain. Classic style. Kids fashion and emotions concept.

Image by master1305 on Freepik

Bermain metode sosiodrama yaitu teknik digunakan untuk mengekspresikan berbagai    jenis    perasaan    yang    menekan,    melalui    suatu    suasana    yang didramatisasikan  sehingga  dapat  secara  bebas  mengungkapkan  dirinya  sendiri secara lisan. Sebab sosiodrama merupakan salah satu tehnik dalam bimbingan kelompok yaitu role playing atau teknik bermain perandengan cara mendramatisasikan  bentuk  tingkah  laku  dalam  hubungan  sosial.  Sosiodrama merupakan dramatisasi dari  persoalan-persoalan  yang  dapat  timbul  dalam pergaulan  dengan  orang  lain,  tingkat  konflik-konflik  yang  dialami  dalam pergaulan  sosial. Mereka  yang  memiliki  kecerdasan  yang  tinggi  akan  mampu untuk    menyelesaikan    berbagai    masalah    dalam    kehidupan    dan    dapat menghasilkan    barang    atau    jasa    yang    berguna    dalam    berbagai    aspek kehidupan.Tingkat kecerdasan dapat  membantu  seseorang  dalam  menghadapi berbagai  permasalahan  yang  muncul  dalam  kehidupannya.  Kecerdasan  sudah dimiliki  sejak  manusia lahir dan  terus-menerus  dapat  dikembangkan  hingga dewasa.  Pengembangan  kecerdasan akan lebih baik bila dilakukan sedini mungkin melalui pemberian stimulasi pada kelima panca inderanya. Kemudian kecerdasan  juga  mempunyai  manfaat  bagi  diri  sendiri  dan  pergaulannya  di masyarakat. Melalui tingkat kecerdasan yang tinggi seseorang akan semangkin dihargai di masyarakat apalagi apabila ia mampu berkiprah dalam menciptakan hal-hal   baru   yang   bersifat   fenomenal. Metode sosiodrama  ialah   suatu dramatisasi untuk memecahkan suatu masalah yang dramatisasikan yang tidak menggunakan bahan tertulis, latihan terlebih dahulu dan tanpa menyuruh anak untuk  melafalkan  sesuatu,  selanjutnya  dapat  meningkatkan  hubungan  sosial melalui   berkomunikasi, berekspresi dengan bermain peran dan biasanya menceritakan  kehidupan  sehari-hari  anak,  sehingga  hal  ini  sangat  membantu dalam  mengasah  kecerdasan  kognitifanak  usia  dini. Tujuan  dari  metode sosiodrama ialah: 1) Untuk melatih anak mendengarkan dan menangkap cerita singkat  dengan  teliti.  2)  Untuk   memupuk dan melatih  keberanian.  Pada mulanya  semua  anak  berani  tampil  ke  muka  untuk  melakukan  dramatisasi masalah sedikit  sekali  yang  mau  dengan  sukarela  tapi  lambat  laun  anak-anak itu  berani  sendiri.  3)  Untuk  memupuk  daya  cipta  dengan  melihat  cerita  tadi anak menyatakan pendapat masing-masing, hal ini sangat baik untuk menggali kreativitas  berpikir  anak.  4)  Untuk  belajar  menghargai  dan  menilai  orang  lain menyatakan pendapat. 5) Untuk mendalami masalah sosial (Herry, 2013).

Di dalam suatu metode pengembangan kognitif anak usia dini, seorang  anak  memainkan peran aktif dalam menyusun  pengetahuanya mengenai  realitas.  Anak  tidak  pasif  menerima  informasi  saja  walaupun  proses berfikir   dan   konsepsi   anak   mengenai   realitas   telah   dimodifikasikan   oleh pengalamanya    dengan    dunia    sekitarnya,    namun    anak juga aktif dalam menginterpretasikan  informasi yang ia peroleh dari  pengalaman  yang  diperoleh dari bermainnya tersebut.

Sehingga  mengembangkan  kognitif  anak  usia  dini   merupakan suatu hal yang penting,  karena dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

  1. Anak mampu mengembangkan daya persepsinya berdasarkan apa yang dilihat, didengar dan   rasakan,   sehingga   anak   akan   memiliki   pemahaman   yang   utuh   dan komprehensi. Agar  anak  mampu  melatih  ingatannya  terhadap  semua  peristiwa  dan kejadian  yang  pernah  dialaminya. 
  2. Anak  mampu  mengembangkan  pemikiran-pemikirannya  dalam  rangka  menghubungkan  satu  peristiwa  dengan  peristiwa lainya.  
  3. Anak   mampu   memahami   simbol-simbol   yang   tersebar   di   dunia sekitarnya.
  4. Anak  mampu  melakukan  penalaran-penalaran,  baik  yang  terjadi secara  alamiah  (spontan)  maupun  melalui  proses  ilmih  (percobaan).
  5. Anak mampu  memecahkan  persoalan  hidup  yang  dihadapinya,  sehingga  pada  akhirnya anak  akan  menjadi  individu  yang  mampu  menolong  dirinya  sendiri  Jadi  melalui pengembangan  kognitif,  fungsi  berfikir  anak  dapat  digunakan  dengan  cepat  dan tepat untuk mengatasi suatu situasi untuk memecahkan suatu masalah

Oleh : Basilia S.W

DAFTAR PUSTAKA.

Indarwarti, A. 2017. Mengembangkan Kecerdasan Kognitif Anak Melalui Beberapa Metode. 109–118.

Gangguan Somatoform

(Image by Freepik)

Gangguan somatoform merupakan kelainan psikologis pada seseorang yang ditandai dengan sekumpulan keluhan fisik yang tidak menentu, namun tidak tampak saat pemeriksaan fisik. Orang yang mengalami gangguan somatoform dapat merasakan beragam gejala, seperti sakit dada, sakit punggung, lelah, pusing, atau tidak enak badan di bagian tubuh tertentu. Namun, setelah diperiksakan ke dokter, tidak ditemukan kelainan secara fisik. Gejala gangguan somatoform terkadang bisa ditelusuri hubungannya dengan kondisi fisik tertentu, namun seringkali tidak ada pemicunya. Orang yang memiliki gangguan somatoform tidak dapat memalsukan gejala yang mereka alami. Stres yang muncul karena rasa sakit sangat nyata, meskipun tidak ada penjelasan fisik ditemukan. Bahkan, gejala yang muncul sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Somatoform disorder atau gangguan somatoform adalah kondisi psikologis yang menyebabkan satu atau banyak gejala pada tubuh. Kondisi ini dapat menyebabkan kesulitan dan mengganggu aktivitas sehari-hari dari penderitanya.

Penyebab Somatoform Disorder

(Image by Freepik)

Gangguan somatisasi disebabkan oleh pikiran individu. Individu merasa bahwa ada sesuatu yang salah dengan keadaan dirinya sehingga menyebabkan timbulnya pikiran-pikiran yang negatif dan keyakinan irasional tentang dirinya dan lingkungan. Hal ini yang rnenyebabkan individu merasa bahwa jika adanya tekanan, stress, terlalu banyak aktivitas yang dilakukan, kelelahan yang menguras energi dan tenaga serta ketidak percaya diri dengan kemampuan dirinya maka dapat memunculkan rasa sakit dan menganggap hal tersebut dapat mengancam atau membahayakan dirinya. Timbulnya gangguan somatisasi ini dapat terjadi karena adanya konflik intrapsikis, masalah hubungan interpersonal atau masalah lingkungan dan sosial, serta bentuk kecenderungan pada individu untuk mengekspresikan atau mengkomunikasikan pengalaman psikologis yang tidak mengenakkan ke dalam gejala-gejala fisik dan untuk meyakinkan orang lain bahwa dirinya sakit dengan jalan individu mencari bantuan medis untuk dirinya (Ford, 1986). Hal ini senada dengan pendapat Edelman (Kendal dan Hammen, 1998) yang menyatakan bahwa individu yang mengalami gangguan somatisasi cenderung mengalami konflik psikologis dan distress yang dimanifestasikan dalam bentuk gejala fisik atau keluhan fisik akan tetapi tidak ada bukti medis.

Escobar (1987; 1996) menyatakan bahwa somatisasi merupakan bentuk gejala-gejala fisik akan tetapi secara organis tidak ada bukti patologis, baik dengan evaluasi laboratorium maupun medis. Dikatakan lebih lanjut bahwa keluhan fisik tersebut terjadi karena ada hambatan untuk mengkomunikasikan keadaan emosi yang dialami individu dan merupakan bentuk penghindaran diri dari konflik emosional (Scicchitano dkk, 1996). Bagi individu yang normal keluhan yang sering muncul adalah kelelahan dan rasa lemas atau kekurangan tenaga (Kellner,1986) dengan prevalensi keluhan tersebut mencapai 20 sampai 40 persen (Kellner, 1994). Hasil penelitian Isaac dkk.,(1995) menunjukkan bahwa yang sering dikeluhkan subjek yang menderita gangguan somatisasi adalah sebagian besar gangguan usus besar atau pencernaan makanan. Somatisasi dapat dikatakan sebagai bentuk pemanfaatan tubuh untuk tujuan psikologis yang sering tampak yaitu pemindahan perasaan yang tidak menyenangkan dalam bentuk gejala-gejala fisik seperti tidak berfungsinya usus besar sebagai perwujudan dari perasaan tertekan. Di samping itu somatisasi dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkomunikasikan suatu pemikiran atau perasaan melalui sarana simbolis seperti kelumpuhan yang sifatnya histeris untuk menyimbolkan dan mengkomunikasikan perasaan tidak berdaya. Bentuk lain dari tujuan somatisasi adalah untuk tujuan pribadi dengan jalan memanipulasi hubungan antar pribadi, untuk menghindari tugas dan tanggung jawab sosial dan untuk mendapatkan keuntungan materi setelah terjadi kecelakaan, seperti untuk mendapatkan asuransi dan yang tak kalah penting adalah untuk mendapatkan simpati atau perhatian dari orang lain (Ford, 1983).

Penyebab gangguan somatoform

(Image by Freepik)

Penyebab gangguan somatoform tidak diketahui dengan jelas, namun beberapa faktor diduga menjadi pemicunya. Berikut adalah beberapa faktor yang mungkin menjadi pemicu gangguan gejala somatik atau somatoform disorder:

1.  Faktor genetik dan biologis, seperti hipersensitivitas terhadap rasa sakit.

2.  Pengaruh keluarga, dapat bersifat genetik atau dapat disebabkan faktor lingkungan, atau kombinasi dari keduanya.

3.  Sifat kepribadian negatif, kondisi ini dapat memengaruhi cara seseorang mengidentifikasikan dan merasakan penyakit dan gejala tubuh.

4.  Penurunan kesadaran atau masalah memproses emosi, menyebabkan fokus pada gejala fisik dibandingkan masalah emosional.

5.  Perilaku yang dipelajari, usaha untuk mendapatkan perhatian lebih dan manfaat lain dari gejala penyakit yang dialami, seperti tidak harus melakukan kegiatan tertentu karena dianggap dapat memperparah gejala.

Faktor risiko lain dari gangguan gejala somatik meliputi:

(Image by storyset on Freepik)

1.  Mengalami kecemasan atau depresi

2.  Memiliki kondisi medis atau pulih dari satu

3.  Beresiko mengembangkan kondisi medis, seperti memiliki riwayat penyakit keluarga yang kuat

4.  Mengalami peristiwa kehidupan yang penuh tekanan, trauma atau kekerasan

5.  Pernah mengalami trauma masa lalu, seperti pelecehan seksual masa kanak-kanak.

6.  Memiliki tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi yang rendah.

Gangguan Somatoform bukan merupakan Malingering, yaitu bukan merupakan kepura-puraan sintom yang bertujuan untuk mendapatkan hasil eksternal yang jelas, misalnya menghindari hukuman, mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya. Bukan pula merupakan factitious/gangguan buatan, yaitu gangguan yang ditandai oleh pemalsuan sintom psi’s atau fisik yang disengaja tanpa keuntungan yang jelas atau untuk mendapatkan peran sakit

Gejala Gangguan Somatoform

(Image by storyset on Freepik)

Beberapa jenis gejala gangguan somatoform di antaranya:

1.    Illness anxiety disorder

Rasa cemas berlebihan ketika merasa menderita penyakit yang serius. Keluhan minor dianggap sebagai masalah medis besar, contohnya sakit kepala ringan dianggap sebagai gejala tumor otak.

2.    Conversion disorder

Kondisi ini akan didiagnosis ketika orang dengan gangguan somatoform mengalami gejala yang tidak ada pemicunya secara fisik, seperti paralisis, gerakan abnormal (tremor/kejang), kebutaan, kehilangan pendengaran, hingga mati rasa.

3.    Pseudocyesis

Keyakinan yang salah bahwa seorang perempuan tengah mengandung, termasuk merasakan gejala-gejalanya dengan nyata. Contohnya merasa ada perubahan ukuran perut, payudara, juga mual dan muntah.

4.    Body dysmorphic disorder

Fokus berlebihan pada perubahan fisik yang tidak benar-benar terjadi, biasanya hanya di bagian tubuh tertentu.

5.    Somatization disorder

Biasanya terjadi pada orang berusia di bawah 30 tahun dan tetap ada selama bertahun-tahun. Gejala ini umumnya meliputi kombinasi beberapa gejala seperti rasa nyeri, pencernaan tak nyaman, mati rasa, hingga disfungsi seksual.

6.    Pain disorder

Seseorang merasa nyeri terus-menerus di area tubuh tertentu meski tidak ada penyakit fisik yang dideritanya.

Macam-Macam Gangguan Somatoform

(Image by KamranAydinov on Freepik)

  • Gangguan Nyeri (Pain Disorder)

Pada gangguan ini individu akan mengalami gejala sakit atau nyeri pada  satu tempat atau lebih, yang tidak dapat dijelaskan  dengan  pemeriksaan  medis (non psikiatri) maupun neurologis. Simtom ini menimbulkan strees emosional ataupun gangguan fungsional, dan gangguan ini dianggap memiliki  hubungan sebab akibat dengan faktor psikologis. Keluhan yang dirasakan pasien berfluktuasi intensitasnya, dan sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi, kognitif, atensi, dan situasi. Dengan kata lain, faktor psikologis mempengaruhi kemunculan, bartahannya, dan tingkat keparahan gangguan. (Fausiah, Widury, 2005:26)

  • Body Dysmorphic Disorder

Definisi gangguan ini adalah preokupasi dengan kecacatan tubuh  yang  tidak nyata (misalnya hidung yang dirasakannya kurang mancung), atau keluhan yang berlebihan tentang kekurangan tubuh yang minimal atau kecil. Perempuan lebih cenderung untuk memfokuskan pada bagian kulit, dada, paha, dan kaki. Sedangkan pria lebih terfokus pada tinggi badan, ukuran alat vital, atau rambut tubuh. (Fausiah, Widury,2005:27)

  • Hipokondriasis

Kata “hipokondriasis” berasal dari istilah medis lama ”hypochondrium”, yang berarti di bawah tulang rusuk, dan mereflesikan gangguan pada bagian perut yang sering dikeluhkan pasien hipokondriasis. Hipokondriasis adalah hasil interpretasi pasien yang tidak realistis dan tidak akurat terhadap simtom atau sensasi. Sehingga mengarah pada preokupasi dan ketakutan bahwa  mereka memiliki gangguan yang parah, bahkan meskipun tidak ada penyebab medis yang ditemukan. Pasien yakin bahwa mereka mengalami penyakit yang serius  dan  belum dapat dideteksi, dan tidak dapat dibantah dengan  menunjukkan kebalikannya. (Fausiah, Widury,2005:28) Gangguan ini biasanya dimulai pada awal masa remaja  dan  cenderung  terus berlanjut. Individu yang mengalami hal ini biasanya merupakan konsumen yang seringkali menggunakan pelayanan kesehatan, bahkan terkadang mereka menganggap dokter mereka tidak kompeten dan tidak perhatian (Pershing et al., dalam Davidson, Neale, kring, 2004). Dalam teori disebutkan bahwa mereka bersikap berlebihan pada sensasi fisik yang umum dan gangguan kecil,  seperti detak  jantung  yang  tidak  teratur,  berkeringat,  batuk  yang  kadang  terjadi,  rasa sakit,   sakit   perut,   sebagai   bukti   dari   kepercayaan  mereka.  Hypochondriasis seringkali muncul bersamaan dengan gangguan kecemasan dan mood. (Ardani, 2010 : 96)

Tanda dan gejala penyakit Hipokrondria termasuk :

a.  Ketakutan atau kecemasan yang berlebihan mengalami penyakit tertentu

b.  Khawatir bahwa gejala minor berarti memiliki penyakit yang serius.

c.  Mencari mengulangi ujian atau konsultasi medis

d.  Sering berganti dokter

e.  Frustrasi dengan dokter atau perawatan medis

f. Hubungan sosial tegang

g.  Gangguan emosi

h.  Sering memeriksa tubuh untuk masalah-masalah, seperti benjolan atau luka

i.     Sering memeriksa tanda-tanda vital seperti denyut nadi atau tekanan darah

j.   Ketidakmampuan diyakinkan oleh ujian medis

k.  Berpikir mempunyai penyakit setelah membaca atau  mendengar  tentang hal itu

l.   Menghindari  situasi  yang  membuat  merasa  cemas,  seperti  berada  di rumah sakit

  • Gangguan Konversi

Gangguan konversi menurut DSM IV (Kaplan, sadock, & Grebb, 1991) adalah gangguan dengan karakteristik munculnya satu atau beberapa simtom neurologis yang ada. (fausiah, widury,2005: 29).Pada conversion disorder, gejala sensorik dan motorik, seperti hilangnya penglihatan atau kelumpuhan secara tiba-tiba, menimbulkan penyakit yang berkaitan dengan rusaknya system saraf, padahal organ tubuh dan system saraf individu tersebut baik-baik saja. Aspek psikologis dari gejala conversion ini ditunjukan dengan fakta bahwa biasanya gangguan ini muncul secara tiba-tiba dalam situasi yang tidak menyenangkan. Gejala conversion biasanya berkembang pada masa remaja atau awal masa dewasa, dimana biasanya  muncul  setelah  adanya kejadian yang tidak menyenangkan dalam hidup.  Conversion disorder biasanya    berkaitan    dengan   diagnosis    Axis    1    lainnya seperti depresi dan penyalahgunaan zat-zat terlarang, dan dengan gangguan kepribadian. (Ardani,2011:96)

  • Gangguan Somatisasi

Gangguan ini sifatnya kronis (muncul selama beberapa tahun dan terjadi sebelum usia 30 tahun), dan berhubungan dengan strees psikologis yang signifikan, hendaya dalam kehidupan sosial dan pekerjaan, serta perilaku mencari pertolongan medis yang berlebihan. (Fausiah, Widury,2005:33). Ciri utamanya adalah adanya gejala-gejala fisik yang bermacam-macam, berulang dan sering berubah-ubah, yang biasanya sudah berlangsung beberapa  tahun sebelum pasien datang ke psikiatri. Kebanyakan pasien mempunyai riwayat pengobatan yang panjang dan sangat kompleks, baik  ke  pelayanan  kesehatan dasar, maupun spesialistik, dengan hasil pemeriksaan atau bahkan operasi yang negative. Keluhannya dapat mengenai setiap system atau bagian tubuh manapun, tetapi yang paling lazim adalah yang mengenai keluhan gastrointestinal (perasaan sakit, kembung, bertahak, muntah, mual, dsb) dan keluhan-keluhan perasaan abnormal pada kulit (perasaan gatal, rasa terbakar, kesemutan, pedih) serta bercak-bercak pada kulit.

Mengatasi Gangguan Somatoform

(Image by kjpargeter on Freepik)

Penatalaksanaan psikosomatis atau somatoform disorder sebaiknya fokus pada perbaikan tilikan diri pasien, di mana pasien menyadari bahwa gejala-gejala yang dialami adalah manifestasi dari stressor psikologis. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mendiskusikan gejala yang dialami, dengan menghubungkan stressor psikososial yang dimiliki pasien.

Psikoterapi

(Image by tirachardz on Freepik)

Psikoterapi yang bisa diberikan kepada pasien psikosomatis adalah cognitive behavioural therapy (CBT), yang bertujuan untuk memperbaiki distorsi kognitif, serta mengurangi stress, pemeriksaan medis, dan depresi. Fokus CBT adalah pada usaha-usaha untuk memodifikasi distorsi kognitif, keyakinan yang tidak realistis, kecemasan, dan perilaku yang memicu timbulnya gejala.

Psikoterapi lain yang bisa diberikan adalah terapi perilaku untuk mempertahankan fungsi sosial dan pekerjaan yang semula dihalangi oleh gejala somatik. Psikoterapi perilaku yang dapat dilakukan dokter umum adalah token ekonomi (reward and punishment). Dimana hal ini mengajarkan kepada pasien untuk memberi reward kepada diri sendiri bisa target perilaku tertentu tercapai, misalnya menyelesaikan pekerjaan meskipun mengalami nyeri lambung, dan reward ditunda bila target tidak terpenuhi. Terapi lain yang bisa diberikan adalah relaksasi, misalnya dengan deep breathing dan progressive muscular relaxation. Semua bentuk psikoterapi yang dilakukan juga dapat diberi selingan dengan psikoterapi suportif.

  1. Terapi Pain Disorder

Pengobatan yang efektif cenderung memiliki hal-hal berikut:

a. Memvalidasikan bahwa rasa nyeri itu adalah nyata dan bukan hanya  ada  dalam pikiran penderita

b. Relaxation training

c. Memberi reward kepada mereka yang berperilaku tidak seperti orang yang mengalami rasa nyeri

Secara umum disarankan untuk megubah fokus perhatian dari apa yang tidak dapat dilakukan oleh penderita akibat rasa nyeri yang dialaminya, tetapi mengajari penderita bagaimana caranya menghadapi strees, mendorong untuk mengerjakan aktivitas yang lebih baik, dan meningkatkan control diri. (Ardani, 2011:98)

  • Terapi Hypochondriasis

Secara umum, pendekatan cognitive-behavioral terbukti efektif dalam mengurangi hypochondriasis (e.g. Bach, 2000; Feranandez, Rodriguez&Fernandez, 2001, dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Penelitian menujukkan bahwa penderita hypochondriasis memperlihatkan biasnya kognitif dalam melihat ancaman ketika berkaitan dengan isu kesehatan (Smeets et  al.,  dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).(Ardani, 2010:99 ).

Cognitive-behavioral therapy dapat bertujuan untuk mengubah pemikiran pesimistis. Selain itu, pengobatan juga hendaknya dikaitkan dengan strategi yang mengalihkan  penderita  gangguan   ini   dari   gejala-gejala   tubuh dan  meyakinkan mereka     untuk     mencari     kepastian     medis     bahwa     mereka     tidak sakit (e.g.Salkovskis & Warwick, 1986; Visser&Bouman, 2001 ;Warwick & Salkovskis, 2001 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). (Ardani, 2010 : 99)

  • Terapi Somatization Disorder

Pada ahli kognitif dan behavioral meyakini bahwa tingginya tingkat kecemasan yang diasosiakan dengan somatization disorder dipicu oleh situasi khusus. Akan tetapi semakin banyak pengobatan yang dibutuhkan,  bagi  orang  yang “sakit” sekian lama maka akan tumbuh kebiasaan akan  ketergantungan untuk menghindari tantangan hidup sehari-hari daripada menghadapi tantangan tersebut sebagai orang dewasa. Dalam pendekatan yang lebih umum mengenai somatization disorder, hendaknya tidak meremehkan validitas dari keluhan fisik, tetapi perlu diminimalisir penggunaan tes-tes diagnosis dari obat-obatan , mempertahankan hubungan dengan mereka terlepas dari apakah mereka mengeluh tentang penyakitnya atau tidak. (Ardani, 2011:99)

Oleh : Basilia S.W

DAFTAR PUSTAKA.

Ardani, Ardi Tristiadi. 2011. Psikologi Abnormal. Bandung: CV Lubuk Agung

Barsky, A. J. 1992. Amplification, Somatization, and The Somatoform Disorder. Psychosomatics. 33; 28-33.

Bell, I. R. 1994. Somatization Disorder: Health Care Costs in The Decade of Brain.  Journal of Biological Psychiatry, .35: 81-83. https://www.academia.edu/20216616/PS_ABNORMAL_JURNAL, 29 Desember 2022

Davison, G.C., Neale, J.M., & Kring, A.M. 2004. Abnormal Psychology. United States Of America : John Wiley & Sons. (Ninth Edition)

Davison, G. C & Neale, John M. 1978. Abnormal Psychology. 8 th edition. New York : John Wiley & Son

Escobar, J. I. 1996. Pharmalogical Treatment of Somatization. Psychopharmacology Bulletin. 32.4: 589-596

Escobar, J. I. 1987. Cross Cultural Aspects of Somatization Trait. Journal Hospital and Community. February. 38. 2. 74-180

Fausiah, F, Widury, J. 2005. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta : UI Press

Ford, C. V. 1986. The Somatizing Disorder. Psychosomatics, 27: 327- 337.

Ford, C.V. 1983. The Somatizing Disorder. Illness as A Way of Life. New York: Elsevier Science Publishing Co. Inc.

Halgin, P. Richard, Susan Krauss Whitbourne. 2010. Abnormal Psychology : Clinical Perspective on Psychological Disorders, 6th ed. Salemba Humanika

Isaac, M., Janca, A., Burke, K.C., Silva, J. A.C., Acuda, S.W., Altamura, A.C., Burke, J.D., Chandrashekar, C.R., Miranda, C.T., Tacchini, G. 1995. Medically Unexplained Somatic Symptoms in Different Cultures. Journal Psychotherapy Psychosomatic. 64: 88-93.

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., Grebb, J.A. (1991). Synopsis of psychiatry. 6th ed. Baltimore: Williams & Wilkins. p 389

Kellner, R. 1994. Psychosomatic Syndromes, Somatization and Somatoform Disorder. Psychotherapy and Psychosomatic. 61: 4-24

Kellner, R. (1986). Somatization and Hypochondriasis. New York: Praeger.

Kendall, P.C. Hammen, C. 1998. Abnormal Psychology: Understanding Human Problem. Second Edition. New York: Houghten Mifflin Company

Kroenke, K. 2007. Efficacy of Treatment for Somatoform Disorders : A Review of Randomized Controled Trials, Psychomatic Medicine, 69 (9), 881 – 888

Maramis, Albert A., Willy F. Maramis. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya. Airlangga University Press (AUP)

Mayou, R. 1993. Somatization.  JournalPsychotherapy Psychosomatic. 59:69-83. https://www.academia.edu/20216616/PS_ABNORMAL_JURNAL, 29 Desember 2022

Menza, Lauritano, Allen, Warman,Ostella, Hmaer, & Escobar, 2001. Treatment of somatization disorder with nefazodone : A prospective, open-label study. Journal Annals of Clinical Psychiatry, 19, 251-258

Salkovskis, P. M. & Warwick, H., (2001). Making sense of hypochondriasis: a cognitive theory of health anxiety. In: Asmundson, G., Taylor, S. and Cox, B. J., eds. Health Anxiety: Clinical and Research Perspectives on Hypochondriasis and Related Conditions. New York: Wiley, pp. 46-64

Salkovskis, P.M., & Warwick, H.M., (1986). Morbid preoccupations, health anxiety and reassurance: a cognitive-behavioural approach to hypochondriasis. Behaviour Research and Therapy; 24(5):597–602

Scicchitano. J., Lovell. P., Pearce, R., Marley. J. & Pilowsky. I. 1996. Illness Behavior and Somatization in General Practice. Journal of Psychosomatic Research. 41. 3: 247-254

Visser, S. & Bouman, T.K. (2001). The treatment of hypochondriasis: Exposure plus response prevention vs cognitive therapy. Behaviour Research and Therapy, 39 (4), 423-442

Wyshak, G., & Barsky, A. (1995). Satisfaction with and effectiveness of medical care in relation to anxiety and depression: Patient and physician ratings compared. General Hospital Psychiatry, 17(2), 108–114. https://doi.org/10.1016/0163-8343(94)00097-W, 29 Desember 2022

Mengelola Kesehatan Mental

Menjaga Keseimbangan Pikiran dan Jiwa

(Image by Freepik)

Kesehatan mental adalah aspek penting dari kesejahteraan keseluruhan seseorang. Sama seperti tubuh kita memerlukan perawatan dan perhatian khusus untuk menjaga kesehatannya, pikiran dan jiwa kita juga memerlukan upaya serupa. Dalam dunia yang semakin kompleks dan cepat berubah, kesehatan mental sering kali terabaikan. Namun, mengatasi tantangan kesehatan mental adalah langkah penting untuk mencapai kehidupan yang seimbang dan bahagia.

Pentingnya Kesehatan Mental

Kesehatan mental mencakup kesejahteraan emosional, psikologis, dan sosial seseorang. Ini melibatkan kemampuan untuk mengatasi stres, menjaga hubungan yang sehat, dan mengelola perubahan dalam hidup. Kesehatan mental yang baik membantu kita merasa lebih positif, mampu menghadapi tantangan, dan berkontribusi secara positif dalam berbagai aspek kehidupan.

Namun, banyak faktor yang dapat memengaruhi kesehatan mental kita. Tekanan dari pekerjaan, masalah keuangan, perubahan dalam hubungan personal, serta tekanan sosial dapat menjadi pemicu masalah kesehatan mental. Oleh karena itu, penting untuk mengenal dan mempraktikkan strategi yang dapat membantu menjaga keseimbangan pikiran dan jiwa.

Strategi untuk Menjaga Kesehatan Mental

  • Merawat Diri Sendiri

(Image by Freepik)

Merawat diri sendiri adalah langkah pertama yang penting dalam menjaga kesehatan mental. Ini melibatkan tidur yang cukup, nutrisi yang seimbang, dan olahraga teratur. Tubuh yang sehat dapat mendukung pikiran yang sehat.

  • Mengelola Stres
Woman expressing strong various feelings and emotions. Girl suffering from distracted behavior and mood changes. Vector illustration for mental disorder, psychology, stress, crisis concept

Stres adalah bagian alami dari kehidupan, tetapi mengelolanya dengan baik adalah kuncinya. Cobalah teknik relaksasi seperti meditasi, pernapasan dalam, atau yoga untuk meredakan stres.

  • Berbicara dengan Seseorang

Berbicara tentang perasaan dan pikiran kita dapat membantu mengurangi beban yang kita rasakan. Berbicara dengan teman dekat, anggota keluarga, atau bahkan seorang profesional kesehatan mental dapat memberikan wawasan dan dukungan yang diperlukan.

  • Mengembangkan Hobi

Melibatkan diri dalam hobi yang disukai dapat membantu mengalihkan perhatian dari stres dan meningkatkan suasana hati.

  • Menjaga Hubungan Sosial

Hubungan yang sehat dengan orang-orang di sekitar kita dapat memberikan dukungan emosional yang penting. Luangkan waktu untuk berkumpul dengan teman dan keluarga.

  • Menerima Perubahan

Hidup adalah tentang perubahan. Belajar menerima perubahan dan beradaptasi dengan situasi baru dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan ketahanan mental.

  • Menghindari Overload Informasi

Era digital membawa banyak informasi dalam genggaman kita. Namun, terlalu banyak paparan berita negatif dapat memengaruhi kesehatan mental kita. Batasi waktu yang dihabiskan untuk mengkonsumsi berita dan pastikan untuk memilih sumber informasi yang positif.

  • Menetapkan Tujuan dan Batasan

(Image by storyset on Freepik)

Menetapkan tujuan yang realistis dan mengatur batasan yang sehat dalam pekerjaan dan kehidupan sehari-hari dapat membantu mengurangi tekanan yang dirasakan.

  • Membatasi Penggunaan Media Sosial

Media sosial dapat menjadi sumber tekanan dan perbandingan sosial yang merugikan. Batasi waktu yang dihabiskan di platform ini dan fokuslah pada interaksi sosial yang lebih nyata. Ini dapat mengurangi perasaan cemburu, rendah diri, dan kecemasan yang sering kali dipicu oleh paparan berlebihan terhadap dunia maya.

Kesimpulan

Kesehatan mental adalah harta yang berharga dalam hidup kita. Mengatasi tantangan kesehatan mental bukanlah tugas yang mudah, tetapi dengan kesadaran dan usaha yang tepat, kita dapat menjaga keseimbangan pikiran dan jiwa kita. Merawat diri sendiri, mengelola stres, dan menjaga hubungan sosial yang sehat adalah beberapa langkah penting dalam perjalanan menuju kesehatan mental yang optimal. Ingatlah, mencari bantuan dari profesional kesehatan mental adalah tindakan bijaksana jika Anda merasa kesulitan mengatasi masalah kesehatan mental.

Oleh : Basilia S.W

Pentingnya Literasi untuk Generasi Z: Membuka Pintu Menuju Masa Depan

(Image by rawpixel.com on Freepik)

Pentingnya Literasi untuk Generasi Z: Membuka Pintu Menuju Masa Depan

Generasi Z, sebagai generasi yang tumbuh di tengah kemajuan teknologi dan informasi yang pesat, memiliki potensi besar untuk mencapai kesuksesan dan kemandirian. Namun, untuk merealisasikan potensi tersebut, literasi menjadi fondasi yang krusial.

Literasi tidak hanya berkaitan dengan kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga meliputi pemahaman informasi, analisis kritis, dan kemampuan berpikir secara reflektif. Dalam artikel ini, kami akan menggali pentingnya literasi untuk generasi Z dan bagaimana kemampuan literasi dapat membuka pintu menuju masa depan yang berdaya.


Definisi Literasi

Literasi merujuk pada kemampuan individu untuk memahami, mengevaluasi, menggunakan, dan berkomunikasi dengan informasi tertulis dalam berbagai konteks kehidupan. Kemampuan literasi mencakup pemahaman membaca, keterampilan menulis, dan interpretasi informasi secara kritis. Selain itu, literasi juga mencakup pemahaman tentang media, teknologi, dan budaya secara luas.

Pemahaman membaca melibatkan kemampuan untuk mengidentifikasi dan memahami makna dari teks tertulis, baik dalam bentuk buku, artikel, laporan, atau teks digital. Keterampilan menulis mencakup kemampuan menyusun pikiran dan ide menjadi teks yang jelas, koheren, dan efektif.

Selain keterampilan bahasa, literasi juga melibatkan keterampilan kritis dalam mengolah informasi. Kemampuan untuk mengevaluasi kebenaran dan validitas informasi, serta kemampuan untuk mengenali bias atau manipulasi dalam teks, juga merupakan aspek penting dari literasi.

Manfaat Literasi untuk Gen Z

(Image by Freepik)

Beberapa manfaat literasi untuk gen Z, antara lain:

1. Akses ke Informasi dan Pengetahuan

(Image by storyset on Freepik)

Literasi membuka akses ke beragam informasi dan pengetahuan. Dalam era di mana informasi berseliweran dengan begitu cepatnya, kemampuan untuk membaca dan memahami berbagai sumber informasi adalah kunci untuk tetap terinformasi dan berpengetahuan. Generasi Z dapat mengeksplorasi berbagai topik, belajar dari pengalaman orang lain, dan mendapatkan wawasan yang luas melalui literasi.

2. Kemampuan Berpikir Kritis

Image by storyset on Freepik

Kemampuan berpikir kritis adalah salah satu aspek penting dari literasi. Generasi Z yang memiliki kemampuan berpikir kritis dapat mengevaluasi dan menganalisis informasi dengan lebih baik. Mereka tidak hanya menerima informasi begitu saja, tetapi juga mempertanyakan, menyelidiki, dan mencari pemahaman yang lebih mendalam. Ini membantu mereka mengidentifikasi fakta dari opini, menghadapi berita palsu, dan membuat keputusan yang lebih bijaksana.

3. Daya Kreativitas dan Inovasi

(Image by rawpixel.com on Freepik)

Literasi juga berperan dalam mengembangkan daya kreativitas dan inovasi generasi Z. Dengan membaca dan mengeksplorasi cerita dan pengetahuan dari berbagai budaya dan konteks, mereka dapat menggali inspirasi dan ide-ide kreatif untuk menghadapi berbagai tantangan dan menciptakan solusi yang inovatif.

4. Penguatan Keterampilan Komunikasi

Kemampuan berbicara dan menulis dengan baik merupakan keterampilan yang sangat berharga dalam dunia profesional dan sosial. Literasi membantu generasi Z untuk meningkatkan keterampilan komunikasi mereka. Dengan kemampuan berkomunikasi yang efektif, mereka dapat menyampaikan gagasan, menyampaikan pesan dengan jelas, dan membangun hubungan yang baik dengan orang lain.

5. Penguatan Peran Sosial dan Partisipasi Aktif

Literasi juga membantu generasi Z untuk berperan secara sosial dan berpartisipasi aktif dalam masyarakat. Dengan pemahaman tentang isu-isu sosial dan politik, mereka dapat menjadi warga yang aktif, berkontribusi pada masyarakat, dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan masa depan mereka.

6. Peningkatan Peluang Karir

Penguasaan literasi yang baik memberikan keuntungan dalam dunia kerja. Kemampuan berkomunikasi dengan baik, berpikir kritis, dan mengelola informasi menjadi kunci sukses dalam berkarir. Generasi Z yang literat memiliki peluang lebih besar untuk mencapai karir yang memuaskan dan sukses.

7. Pengembangan Empati dan Keterbukaan Berpikir

Melalui membaca dan eksplorasi informasi, generasi Z dapat memahami berbagai sudut pandang dan realitas kehidupan orang lain. Ini membantu mereka mengembangkan empati dan keterbukaan berpikir, menjadi individu yang lebih toleran dan menghargai keragaman.

Kesimpulan

Literasi adalah salah satu pilar utama dalam pembentukan generasi Z yang berdaya dan tangguh. Kemampuan membaca, memahami informasi, berpikir kritis, dan berkomunikasi dengan baik membawa dampak positif dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Dengan literasi yang kuat, generasi Z memiliki potensi untuk mencapai masa depan yang cerah, berperan aktif dalam masyarakat, dan memberikan kontribusi positif bagi dunia. Mari bersama-sama mendukung dan mendorong generasi Z untuk mengembangkan kemampuan literasi yang unggul dan membuka pintu menuju masa depan yang berdaya.

—– KLIK DISINI UNTUK MENDAPATKAN PELATHAN PSIKOLOGI ANAK JAMAN NOW & BAGAIMANA MEMAHAMINYA ??? (Pentingnya Literasi untuk generasi Z) —–

Oleh : Basilia S.W

Memahami Pentingnya Emosi Positif untuk Melejitkan Resiliensi

Memahami Pentingnya Emosi Positif untuk Melejitkan Resiliensi

Resiliensi merupakan kemampuan individu untuk pulih dari situasi sulit, beradaptasi, dan tumbuh menjadi lebih kuat. Bagi beberapa orang, kemampuan ini tampak alami, sementara bagi yang lainnya, tantangan tersebut mungkin menimbulkan perasaan putus asa.

Emosi positif, seperti rasa bahagia dan optimisme, memainkan peran sentral dalam membantu kita melejitkan resiliensi dalam menghadapi berbagai kesulitan dalam hidup. Ketika individu menghadapi situasi yang menekan, emosi positif membantu mengubah pola pikir mereka dari fokus pada kegagalan menjadi melihat potensi pertumbuhan dan peluang. Simak penjelasan pentingnya emosi positif dalam mengembangkan resiliensi secara ilmiah dan formal.

Definisi Emosi Positif

Emosi positif merujuk pada perasaan senang, bahagia, optimis, cinta, dan apresiasi dalam kehidupan seseorang. Emosi ini mendukung kesejahteraan mental dan fisik, dan memainkan peran penting dalam membentuk kepribadian dan respons individu terhadap stres dan tantangan.

Definisi Resiliensi    

Resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi tantangan, stres, atau trauma tanpa mengalami kerusakan psikologis yang berat. Ini bukan berarti kita tidak merasakan emosi negatif, tetapi resiliensi memungkinkan kita untuk mengalami emosi tersebut dengan lebih seimbang dan dapat pulih dengan lebih cepat.

Hubungan Emosi Positif dan Resiliensi

Beberapa hubungan antara emosi positif dengan resiliensi, antara lain:

  1. Peningkatan Ketahanan Mental

Emosi positif dapat meningkatkan ketahanan mental seseorang. Ketika seseorang memiliki sikap optimis dan cenderung melihat sisi positif dari setiap situasi, mereka lebih mampu mengatasi tekanan dan kesulitan dengan lebih baik.

  1. Peningkatan Kesehatan Mental

Emosi positif berkontribusi pada kesehatan mental yang baik. Orang yang memiliki emosi positif cenderung mengalami tingkat stres yang lebih rendah dan lebih mampu mengatasi perasaan sedih atau cemas dengan lebih efektif.

  1. Pengaruh pada Pola Pikir

Emosi positif dapat mengubah pola pikir seseorang dari fokus pada kegagalan menjadi melihat peluang dan potensi pertumbuhan. Orang yang memiliki emosi positif akan lebih terbuka terhadap pembelajaran dan beradaptasi dengan perubahan.

Mekanisme Psikologis Emosi Positif dalam Meningkatkan Resiliensi

Adapun mekanisme psikologis emosi positif dalam meningkatkan resiliensi, yakni:

  1. Coping Aktif

Emosi positif memfasilitasi strategi coping aktif, di mana individu cenderung mencari solusi atas masalah yang dihadapi. Hal ini membantu mereka mengatasi kesulitan dengan lebih produktif.

  1. Regulasi Emosi

Emosi positif memainkan peran penting dalam regulasi emosi. Seseorang yang memiliki emosi positif cenderung mengalami kecenderungan untuk mengalihkan perhatian dari perasaan negatif dan menjaga keseimbangan emosional.

  1. Pengaruh pada Gaya Hidup Sehat

Emosi positif berhubungan dengan gaya hidup sehat, seperti makan dengan gizi seimbang, olahraga, dan tidur yang cukup. Gaya hidup sehat mendukung kesehatan fisik dan mental yang optimal, yang pada gilirannya mempengaruhi tingkat resiliensi.

Cara Meningkatkan Emosi Positif untuk Meningkatkan Resiliensi

Berikut ini beberapa cara meningkatkan emosi positif demi meningkatkan resiliensi:

  1. Praktikkan Gratitude (Rasa Syukur)

Menyadari dan menghargai hal-hal positif dalam hidup, meskipun kecil, membantu meningkatkan emosi positif dan membangun resiliensi.

  1. Berlatih Mindfulness

Praktik kesadaran diri dan mindfulness membantu mengurangi stres dan mengembangkan emosi positif. Memusatkan perhatian pada momen sekarang membantu mengurangi kecemasan masa depan atau penyesalan masa lalu.

  1. Berkomunikasi Dengan Dukungan Sosial

Menghubungi keluarga dan teman-teman untuk berbicara tentang perasaan dan pengalaman membantu meningkatkan emosi positif dan menguatkan resiliensi.

Kesimpulan

Emosi positif memiliki peran sentral dalam mengembangkan resiliensi individu. Dengan meningkatkan emosi positif, seseorang dapat menghadapi tantangan hidup dengan lebih baik, menumbuhkan ketahanan mental, dan memperkuat kesehatan mental mereka. Menggunakan mekanisme psikologis yang positif dan mengadopsi praktik-praktik yang meningkatkan emosi positif, individu dapat membangun landasan yang kokoh untuk menghadapi setiap kesulitan dan melampaui rintangan dengan penuh keyakinan. Intinya, penting bagi kita untuk memahami peran krusial emosi positif dalam meningkatkan resiliensi untuk menciptakan generasi yang tangguh dan berdaya.

—– KLIK DISINI UNTUK MENDAPATKAN TRAINING MENGELOLA PIKIRAN DAN EMOSI – Memahami Pentingnya Emosi Positif untuk Melejitkan Resiliensi —–

Oleh : Basilia S.W

7 Cara Menghadapi Perkembangan dan Emosi Remaja

7 Cara Menghadapi Perkembangan dan Emosi Remaja

Periode remaja adalah fase penting dalam kehidupan setiap individu. Perkembangan fisik, kognitif, dan emosional yang pesat dapat menjadi tantangan bagi remaja. Artikel ini menyajikan 10 cara menghadapi perkembangan dan emosi remaja yang bisa jadi referensi. Namun, sebelum itu kami akan membahas mengenai pentingnya memahami perkembangan dan emosi remaja.

Pentingnya Memahami Perkembangan dan Emosi Remaja

Memahami perkembangan dan emosi remaja adalah kunci untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan mereka secara holistik. Ketika orang tua, pendidik, atau perawat memiliki pemahaman yang baik tentang perkembangan dan emosi remaja, mereka dapat memberikan dukungan dan bimbingan yang tepat. Ini membantu remaja untuk menghadapi tantangan dan kesulitan dengan lebih baik.

Selain itu, memahami perkembangan dan emosi remaja juga memungkinkan kita untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan inklusif bagi mereka. Ini mencakup menyediakan dukungan sosial, mendengarkan perasaan mereka dengan empati, dan membantu mereka mengembangkan keterampilan koping yang sehat.

Dengan memahami perkembangan dan emosi remaja, kita dapat memperkuat ikatan antara generasi muda dengan masyarakat dan memfasilitasi pertumbuhan mereka menuju masa dewasa yang sehat dan berdaya. Oleh karena itu, upaya untuk memahami dan mendukung perkembangan dan emosi remaja sangatlah penting dalam menciptakan generasi yang tangguh, berdaya, dan bahagia.

7 Cara Menghadapi Perkembangan dan Emosi Remaja

Lantas, bagaimana cara menghadapi perkembangan dan emosi remaja? Berikut ini tujuh di antaranya:

1. Self-awareness dan Penerimaan Diri

(Image by syarifahbrit on Freepik)

Meningkatkan kesadaran diri dan menerima diri sendiri merupakan langkah pertama menghadapi perkembangan dan emosi remaja. Remaja perlu memahami kelebihan dan kelemahan mereka agar dapat menghadapinya dengan bijaksana.

2. Komunikasi Terbuka dengan Orang Tua atau Pengasuh

(Image by pressfoto on Freepik)

Komunikasi terbuka dengan orang tua atau pengasuh membantu remaja untuk menyampaikan perasaan dan pemikiran mereka. Ini juga memungkinkan orang tua memberikan dukungan dan bimbingan yang diperlukan.

3. Pembentukan Hubungan Sosial yang Positif

(Image by storyset on Freepik)

Membangun hubungan sosial yang positif membantu remaja untuk merasa diterima dan terhubung dengan lingkungan sekitarnya. Hubungan yang positif dapat meningkatkan kesejahteraan emosional dan psikologis remaja.

4. Menghadapi Konflik dengan Bijaksana

(Image by jcomp on Freepik)

Konflik adalah bagian dari kehidupan remaja. Menghadapinya dengan bijaksana melibatkan keterampilan komunikasi yang efektif dan sikap saling menghormati. Hal ini membantu membangun kemampuan dalam mengelola emosi negatif.

5. Mengembangkan Keterampilan Koping

(Image by drobotdean on Freepik)

Keterampilan koping membantu remaja untuk mengatasi stres dan tantangan kehidupan. Mengidentifikasi strategi koping yang efektif, seperti berbicara dengan seseorang yang dipercaya atau menulis jurnal, membantu remaja menghadapi masalah dengan lebih baik.

6. Mengembangkan Hobi dan Minat

(Image by Freepik)

Mengembangkan hobi dan minat membantu remaja untuk merasa berharga dan merasa terpenuhi secara pribadi. Aktivitas ini juga membantu mengalihkan perhatian dari emosi negatif dan meningkatkan rasa percaya diri.

7. Konsultasi dengan Profesional Kesehatan Mental

(Image by pressfoto on Freepik)

Jika remaja mengalami kesulitan menghadapi perkembangan dan emosi, penting untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental. Konsultasi dengan psikolog atau konselor dapat memberikan dukungan dan bimbingan yang dibutuhkan.

Oleh : Basilia SW

Kesimpulan

Menghadapi perkembangan dan emosi remaja membutuhkan pemahaman, dukungan, dan keterampilan yang tepat. Self-awareness, komunikasi terbuka dengan orang tua, pembangunan hubungan sosial yang positif, dan menghadapi konflik dengan bijaksana adalah beberapa langkah penting yang dapat diambil. Jika remaja mengalami kesulitan yang berat, konsultasi dengan profesional kesehatan mental adalah langkah yang bijaksana. Dengan kombinasi langkah-langkah ini, remaja dapat menghadapi perkembangan dan emosi dengan penuh percaya diri dan keberhasilan.

—– KLIK DISINI UNTUK MENDAPATKAN PELATHAN PENTINGNYA MEMAHAMI PERKEMBANGAN DAN EMOSI REMAJA —–

Pengaruh Overthinking Terhadap Kesehatan dan Cara Tepat Menanganinya

Overthinking atau berpikir berlebihan adalah kecenderungan untuk terus-menerus memikirkan dan menganalisis situasi atau masalah dalam berlebihan dan berulang-ulang. Meskipun kegiatan berpikir merupakan bagian alami dari proses kognitif manusia, overthinking dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental seseorang. Artikel ini membahas pengaruh overthinking terhadap kesehatan serta menyajikan cara-cara efektif untuk menanganinya.

Pengaruh Overthinking Terhadap Kesehatan

Beberapa pengaruh overthinking terhadap kesehatan, antara lain sebagai berikut:

  1. Gangguan Kecemasan

(Imaged By Freepik)

Overthinking sering kali berhubungan dengan kecemasan yang berlebihan. Saat seseorang terus-menerus memikirkan kemungkinan buruk atau konsekuensi negatif dari suatu situasi, kecemasan dapat meningkat secara signifikan. Hal ini dapat menyebabkan gangguan kecemasan seperti gangguan kecemasan umum (GAD) yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang.

  1. Stres dan Gangguan Tidur

Overthinking dapat menyebabkan tingkat stres yang tinggi. Pikiran yang berputar-putar dan khawatir terus-menerus dapat menyebabkan tubuh melepaskan hormon stres seperti kortisol secara berlebihan. Hal ini dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko terhadap berbagai penyakit. Selain itu, overthinking juga dapat mengganggu tidur dan menyebabkan gangguan tidur, insomnia, atau tidur yang tidak nyenyak.

  1. Gangguan Fisik

Pengaruh overthinking tidak hanya terbatas pada kesehatan mental, tetapi juga dapat berdampak pada kesehatan fisik. Stres kronis akibat overthinking dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, sakit kepala, dan masalah kulit.

Cara Tepat Menangani Overthinking

Berikut ini beberapa cara menangani overthinking:

  1. Praktikkan Mindfulness

Mindfulness atau kesadaran diri adalah teknik yang efektif untuk menghadapi overthinking. Dengan mengalihkan perhatian pada momen sekarang, seseorang dapat membatasi khayalan berlebihan. Latihan pernapasan dalam dan meditasi juga dapat membantu menenangkan pikiran.

  1. Batasi Waktu Berpikir

Tentukan waktu khusus dalam sehari untuk merenung dan berpikir tentang masalah yang dihadapi. Setelah waktu tersebut berakhir, tuntaskan aktivitas berpikir tersebut dan alihkan perhatian pada hal-hal lain. Ini membantu mencegah overthinking dari mengambil alih waktu dan energi kita.

  1. Terapkan Pola Pikir Positif

Hindari terjebak dalam siklus negatif pikiran. Coba untuk menggantikan pikiran negatif dengan pikiran positif dan realistis. Ingatkan diri Anda bahwa khayalan berlebihan cenderung tidak realistis dan tidak membantu menyelesaikan masalah.

  1. Cari Dukungan Sosial

Bicarakan perasaan Anda dengan teman, keluarga, atau profesional kesehatan mental. Berbicara dengan orang lain dapat membantu mengurangi tekanan psikologis dan memberikan perspektif yang berbeda tentang masalah yang dihadapi.

  1. Lakukan Aktivitas yang Menyenangkan

Cari waktu untuk melakukan aktivitas yang Anda nikmati, seperti olahraga, bermain musik, atau bersantai dengan hobi. Aktivitas-aktivitas ini dapat membantu mengalihkan perhatian dari overthinking dan meningkatkan suasana hati.

  1. Pentingnya Menanganinya dengan Tepat

Menanganinya dengan tepat adalah kunci untuk menjaga kesehatan mental dan fisik yang optimal. Overthinking yang berlarut-larut dapat mengganggu kualitas hidup dan menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Dengan mengenali dan menghadapi overthinking dengan bijaksana, individu dapat meningkatkan resiliensi dan kemampuan dalam menghadapi stres dan tantangan kehidupan.

Oleh : Basilia SW

Kesimpulan

Intinya, overthinking merupakan masalah yang serius dan berdampak pada kesehatan fisik dan mental. Kecenderungan untuk terus-menerus memikirkan dan menganalisis situasi atau masalah dapat menyebabkan gangguan kecemasan, stres, dan gangguan tidur.

Namun, selain dengan mengadopsi strategi seperti praktek mindfulness, batasi waktu berpikir, menerapkan pola pikir positif, mencari dukungan sosial, dan melakukan aktivitas yang menyenangkan, seseorang dapat mengatasi overthinking dengan mengikuti training dengan tema yang bisa membangun hal hal yang positif yang bisa menjauhkan dari overthinking

—– KLIK DISINI UNTUK MENDAPATKAN PELATIHAN STOP OVERTHINKING —–