Kegiatan ini merupakan kolaborasi dan kontribusi dalam rangka peringatan Hari Ibu di tanggal 22 Desember 2023 bertempat di lantai 2 Royal Plaza Surabaya . Rangkaian acara yang padat dan semarak dengan penampilan seni anak Paud TK dan SD juga bunda bundanya. Selain Talk Show Positif Parenting juga berlanjut dengan kegiatan konseling gratis bagi pengunjung yang hadir dalam acara.
Kegiatan ini merupakan giat untuk Ibu Pertiwi pada negeri tercinta Semoga menambah semangat kami Semoga mendatang bisa bermanfaat dan membangun kebersamaan dalam menebarkan kebaikan
ABK adalah anak-anak yang dalam proses tumbuh kembangnya mengalami gangguan dan hambatan secara bermakna (significantly) dari kriteria normal dalam karakteristik: mental/intelektual (yang gifted maupun yang retarded), sensorik, neuromotor/fisik, perilaku sosial, kemampuan berkomunikasi/kesulitan belajar, berpenyakit kronis, atau gabungan dari dua atau lebih karakteristik tersebut; dan karena gangguan dan hambatan tersebut diperlukan modifikasi layanan pendidikan yang disebut pendidikan khusus (special education) (Permendiknas no 70, 2009).
Dengan keunikan dan keberagaman ABK tidak menghalangi mereka untuk mendapat akses pendidikan yang bermutu. Hal tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan inklusi dengan pendidik dan tenaga kependidikan sekolah yang memahami dan memiliki ketrampilan dalam pendidikan inklusi serta berkomitmen dalam memberikan pelayanan pendidikan bermutu bagi ABK.Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Sehingga strategi pembelajaran mengacu kepada pengertian sebagai seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan.
Komponen dari strategi pembelajaran itu sendiri antara lain tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat, sumber pelajaran dan evaluasi. Agar tujuan itu tercapai, semua komponen yang ada harus diorganisasikan sehingga antar sesama komponen terjadi kerjasama. Karena itu guru tidak boleh hanya memperhatikan komponen-komponen tertentu saja, tetapi harus mempertimbangkan komponen secara keseluruhan.
Pengertian Strategi Pendidikan Inklusi
Strategi pendidikan inklusif adalah cara penempatan anak luar biasa tingkat ringan, sedang, berat secara penuh di kelas biasa sehinga anak ABK harus belajar di kelas yang sama dengan teman sebayanya (Sunardi:2002). Inti pendidikan inklusif adalah Hak Azasi Manusia 1949 atas pendidikan diumumkan pada Dekarasi Hak Azasi Manusia dimuat dalam artikel 2 Konvensi hak anak (PBB, 1989) isinya adalah bahwa semua anak mempunyai hak untuk menerima etnis, agama, bahasa, jenis kelamin, kemampuan dan lain-lain. Sedangkan terdapat juga alasan penting kemanusiaan, ekonomi, sosial, dan alasan politik memperjuangkan suatu kebijakan dan pendekatan pendidikan inklusif.
Strategi Pembelajaran dalam Setting Kelas Inklusif
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah mereka yang mempunyai kebutuhan, baik permanen maupun sementara, yang disebabkan oleh kondisi sosial-emosi, dan/atau, kondisi ekonomi dan/atau, kondisi politik dan/atau, kelainan bawaan maupun yang didapat kemudian. Dengan kata lain, kita tidak hanya membicarakan kelompok minoritas yang disebabkan oleh kelainan saja, tetapi mencakup sejumlah besar anak yang sekolah. Oleh karenanya, sekolah hendaknya mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa, ataupun kondisi-kondisi lainnya. Sekolah harus mencari cara agar berhasil mendidik semua anak, termasuk mereka yang berkebutuhan pendidikan khusus. Mengubah sekolah atau kelas tradisional menjadi inklusif, ramah terhadap pembelajaran merupakan suatu proses dan bukan suatu kejadian tiba-tiba. Proses ini tidak akan terjadi dalam sehari, karena memerlukan waktu dan kerja kelompok.
Pendidikan inklusi adalah penerimaan anak-anak yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, interaksi sosial, dan konsep diri (visi-misi) sekolah. Pada sekolah inklusif, setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan atau penyesuaian mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai sistem penilaiannya (Anggraini, R.L, 2014).
Mendiknas menjelaskan, untuk menangani pendidikan inklusif di Indonesia maka diperlukan strategi khusus. Dimana strategi pokok yang diterapkan pemerintah, diantaranya Pertama, peraturan perundang-undangan yang menyatakan jaminan kepada setiap warga negara Indonesia untuk memperoleh pelayanan pendidikan. Kedua, memasukkan aspek fleksibilitas ke dalam sistem pendidikan pada jalur formal, non formal , dan informal.
Selanjutnya aspek-aspek penting yang harus diperhatikan dalam menyelenggarakan sekolah yang inklusif adalah:
Guru perlu mengetahui bagaimana cara mengajar anak dengan latar belakang dan kemampuan yang beragam. Peningkatan kemampuan ini dapat kita lakukan dengan berbagai cara, seperti: pelatihan, tukar pengalaman, lokakarya, membaca buku, dan mengeksplorasi/menggali sumber lain, kemudian mempraktekkannya di dalam kelas.
Semua anak memiliki hak untuk belajar, tanpa memandang perbedaan fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa atau kondisi lainnya, seperti yang ditetapkan dalam Konvensi Hak Anak yang telah ditandatangani semua pemerintah di dunia.
Guru menghargai semua anak di kelas, guru berdialog dengan siswanya; guru mendorong terjadinya interaksi di antara anak-anak; guru mengupayakan agar sekolah menjadi menyenangkan; guru mempertimbangkan keragaman di kelasnya; guru menyiapkan tugas yang disesuaikan untuk anak; guru mendorong terjadinya pembelajaran aktif untuk semua anak.
Dalam lingkungan pembelajaran yang inklusif, setiap orang berbagi visi yang sama tentang bagaimana anak harus belajar, bekerja dan bermain bersama. Mereka yakin, bahwa pendidikan hendaknya inklusif, adil dan tidak diskriminatif, sensitif terhadap semua budaya, serta relevan dengan kehidupan sehari-hari anak.
Lingkungan pembelajaran yang inklusif mengajarkan kecakapan hidup dan gaya hidup sehat, agar peserta didik dapat menggunakan informasi yang diperoleh untuk melindungi diri dari penyakit dan bahaya. Selain itu, tidak ada kekerasan terhadap anak, pemukulan atau hukuman fisik.
Menurut laporan UNESCO tahun 2003, ketika Pendidikan Inklusif diterapkan, penelitian terkini menunjukkan adanya peningkatan prestasi dan kemajuan pada semua anak. Di banyak daerah di dunia dilaporkan, bahwa diperoleh manfaat pribadi, sosial, dan ekonomi dengan mendidik anak-anak usia sekolah dasar yang memiliki kebutuhan khusus di sekolah umum. Kebanyakan siswa dengan kebutuhan khusus ini berhasil diakomodasi dengan lebih menyenangkan melalui cara yang ramah dan menghargai keragaman ini.
Adapun manfaat lingkungan pembelajaran yang inklusif adalah sebagai berikut:
Manfaat bagi anak
Manfaat bagi anak diantaranya adalah kepercayaan dirinya berkembang; bangga pada diri sendiri atas prestasi yang diperolehnya; belajar secara mandiri; mencoba memahami dan mengaplikasikan pelajaran di sekolah dalam kehidupan sehari-hari; berinteraksi secara aktif bersama teman dan guru; belajar menerima perbedaan dan beradaptasi terhadap perbedaan; dan anak menjadi lebih kreatif dalam pembelajaran.
Manfaat bagi guru
Manfaat bagi guru diantaranya adalah mendapat kesempatan belajar cara mengajar yang baru dalam melakukukan pembelajaran bagi peserta didik yang memiliki latar belakang dan kondisi yang beragam; mampu mengatasi tantangan; mampu mengembangkan sikap yang positif terhadap anggota masyarakat, anak dan situasi yang beragam; memiliki peluang untuk menggali gagasan-gagasan baru melalui komunikasi dengan orang lain di dalam dan di luar sekolah; mampu mengaplikasikan gagasan baru dan mendorong peserta didik lebih proaktif, kreatif, dan kritis; memiliki keterbukaan terhadap masukan dari orangtua dan anak untuk memperoleh hasil yang positif.
Manfaat bagi orangtua
Manfaat bagi orang tua antara lain: orangtua dapat belajar lebih banyak tentang bagaimana anaknya dididik; mereka secara pribadi terlibat dan merasa lebih penting untuk membantu anak belajar. Ketika guru bertanya pendapat mereka tentang anak; orangtua merasa dihargai dan menganggap dirinya sebagai mitra setara dalam memberikan kesempatan belajar yang berkualitas untuk anak; orangtua juga dapat belajar bagaimana cara membimbing anaknya di rumah dengan lebih baik, yaitu dengan menerapkan teknik yang digunakan guru di sekolah.
Manfaat bagi masyarakat
Manfaat antara lain: masyarakat lebih merasa bangga ketika lebih banyak anak bersekolah dan mengikuti pembelajaran; masyarakat menemukan lebih banyak “calon pemimpin masa depan” yang disiapkan untuk berpartisipasi aktif di masyarakat. Masyarakat melihat bahwa potensi masalah sosial, seperti: kenakalan dan masalah remaja bisa dikurangi; dan masyarakat menjadi lebih terlibat di sekolah dalam rangkah menciptakan hubungan yang lebih baik antara sekolah dan masyarakat.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi, antara lain :
1. Penuhi prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusi
a. Prinsip pemerataan dan peningkatan mutu : metodologi pembelajaran bervariasi yang bisa memberikan akses bagi semua anak dan mengahargai perbedaan.
b. Prinsip kebutuhan individual : setiap anak memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda karena iru pendidikan harus diusahakan unutk menyesuaikan dengan kondisi anak.
c. Prinsip Kebermaknaan : pendidikan inklusi harus menerapkan dan menjaga komunitas kelas yang ramah, menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan.
d. Prinsip Keberlanjuatan : pendidikan inklusi dieslenggarakan secara berkelanjutan pada semua jenjang pendidikan.
e. Prinsip keterlibatan : penyelenggaraan pendidikan inklusi harus melibatkan semua komponen pendidikan terkait.
2. Kurikulum dikembangkan menjadi beberapa model kurikulum
a. Duplikasi : mengembangkan atau memberlakukan kurikulum untuk siswa berkebutuhan khusus secara sama atau serupa dengan kurikulum yng digunakan siswa pada umumnya.
b. Modifikasi : cara pengembangan kurikulum dengan memodifikasi kurikulum umum yang diberlakukan untuk siswa-siswa reguler dirubah untuk disesuaikan dengan kemampuan siswa berkebutuhan khusus.
c. Subsitusi : mengganti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum dengan sesuatu yang lain, karena hal tersebut tidak mungkin diberikan kepada siswa berkebutuhan khusus.
d. Omisi : upaya untuk menghilangkan sesuatu (sebagian atau keseluruhan) dari kurikulum umum karena hal tersebut tidak mungkin diberikan kepada siswa berkebutuhan khusus.
3. Pilih Model Pembelajaran Inklusi
a. Kelas reguler : anak berhambatan belajar bersama anak reguler sepanjang hari dengan menggunakan kurikulum yang sama.
b. Bentuk kelas reguler dengan cluster : anak berhambatan belajar bersama anak lain dalam kelas reguler dalam kelompok khusus.
c. Bentuk kelas reguler dengan pull out : anak berhambatan belajar bersama anak lain di kelas reguler, namun dalam waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
d. Bentuk kelas reguler dengan cluster dan pull out : anak berhambatan belajar bersama anak lain di kelas reguler dalam kelompok khusus, namun dalam waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
e. Bentuk kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian : anak berhambatan belajar di kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain di kelas reguler.
f. Bentuk kelas khusus penuh di sekolah reguler : anak berhambatan belajar di kelas khusus pada sekolah reguler (Anggraini, R.L, 2014)
Selain memperhatikan prinsip-prinsip, kurikulum dan model pembelajaran inklusi dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi, proses pembelajaran dalam setting inklusi selalu berupaya melakukan beberapa langkah, seperti :
a. Merancang proses pembelajaran, dengan menyusun Program Pembelajaran Individual (PPI), dengan melibatkan Kepala Sekolah, Koordinator PPABK, guru kelas, guru pembimbing khusus, tenaga ahli, dan orang tua peserta didik sesuai dengan kebutuhan anak dan memperhatikan aspek akademik dan aspek non akademik.
b. Mengatur proses belajar yang memperhatikan metode dan teknik guru dalam mengajar, dan memperhatikan moda belajar anak
c. Guru menyiapkan media pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan memudahkan anak memahami konsep pembelajaran
d. Materi pembelajaran disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan untuk anak
e. Dalam penyampaian materi ajar, guru menggunakan bahasa yang dikenal dan dikuasai anak, agar materi yang disampaikan dapat dimengerti anak.
f. Setiap proses pembelajaran perlu dievaluasi untuk menggambarkan keberhasilan proses belajar mengajar dengan menetapkan sistem penilaian yang disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan anak.
4. Penilaian Hasil Belajar ABK
Untuk menilai hasil belajar ABK tentunya tidak hanya didasarkan pada hasil UASBN, tetapi juga mempertimbangkan dari hasil penilaian berkelanjutan. Penilaian berkelanjutan dilakukan untuk mengamati secara terus menerus tentang sesuatu yang diketahui, dipahami, dan yang dapat dikerjakan oleh siswa. Penilaian ini dapat dilakukan beberapa kali dalam setahun, misalnya: awal, pertengahan, dan akhir tahun melalui: obserasi; portofolio; bentuk ceklis (keterampilan, pengetahuan, dan perilaku); tes, kuis; dan penilaian diri serta jurnal reflektif. Dengan menggunakan penilaian yang berkelanjutan, guru dapat mengadaptasi perencanaan dan pengajarannya sesuai fase perkembangan belajar siswa, sehingga semua siswa akan mendapatkan peluang untuk belajar dan sukses.
tentunyaselain dengan mengadopsi Strategi Pembelajaran dalam Setting Kelas Inklusif seperti diatas agar siswa tetap bisa belajar dengan nyaman dan terhindar dari tindakan diskriminasikita dapat belajar lebih lanjut dengan mengikuti training dengan tema Desain dan Pengelolaan di kelas Inklusi yang akan kami selenggarakan pada hari Minggu, 20 Agustus 2023
Yuk ikuti & Bergabung pada pelatihan Desain & Pengelolaan Di Kelas Inklusi dengan klik link dibawah ini :
Kementrian Pendidikan Nasional. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional no 70 tahun 2009. 2009.
Anggraini, R.L. Proses Pembelajaran Inklusi untuk Anak Bekebutuhan Khusus kelas V SD Negeri Giwangan, Yogyakarta. 2014. Yogyakarta. Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Pendidikan anak usia dini memiliki peran penting dalam aspek perkembangan dan pembentukan karakter pada anak. Karena pada tahapan pendidikan ini, anak masih berada pada fase usia 0-6 tahun yang merupakan masa emas (golden age), dimana pada masa emas ini adalah saat yang tepat untuk mengoptimalkan proses tumbuh kembang anak. Anak pada usia ini seperti ‘spon’ yang mudah sekali dalam menyerap informasi dari lingkungan dengan cepat dan sebaliknya jika pengoptimalan proses tumbuh kembang tersebut tidak mendapat perhatian dan penanganan dengan tepat akan berakibat kurang baik pada masa mendatang. Anak usia dini merupakan individu yang sedang berada pada fase perkembangan eksplosif, anak akan mencapai perkembangan optimal sesuai indikator perkembangan pada usia tersebut jika mendapatkan stimulasi yang sesuai dengan tahapan usianya.
Salah satu hal penting dalam tahapan perkembangan anak adalah perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif merupakan suatu perkembangan yang sangat komprehensif berkaitan dengan kemampuan berpikir pada anak yang terjadi melalui urutan yang berbeda. Kemampuan untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa merupakan suatu proses berpikir (Indarwarti, 2017; Kasumayanti & Elina, 2018). Dimana dalam proses perkembangannya anak akan dapat meningkatkan kemampuan dalam menggunakan pengetahuannya melalui penggunaan media dan dilaksanakan secara terus-menerus seiring usia perkembangannya sebagai suatu proses perkembangan kognitif.
Sedangkan bermain adalah kegiatan yang paling digemari oleh anak-anak. Oleh karena itu adalah menjadikan hal penting suatu kegiatan bermain menjadi media pembelajaran perkembangan kognitif anak usia dini. Dimana, perkembangan kognitif pada anak dapat diarahkan pada pengembangan Auditoric, Visual, Tactile, Kinesthetic, Arithmetic, Geometric, dan Science. Melalui suatu kegiatan permainan dapat memberikan stimulasi bagi perkembangan kognitifnya, dimana melalui permainan anak-anak dapat belajar dan mempraktekkan cara berpikir, merasakan dan bertindak.
Macam-Macam Permainan Yang Bisa Memberikan Stimulasi Bagi Perkembangan Kognitif Pada Anak Usia Dini
Pengembangan Auditorik pada anak usia dini merupakan pengembangan yang lebih ditekankan pada pengembangan kemampuan anak usia dini dalam kemampuannya untuk mendengar, dimana pengembangan ini melalui proses menerima kumpulan suara benda, kosa kata atau kalimat yang memiliki makna dalam topik tertentu. Tujuannya adalah anak memperoleh informasi dan dapat berinteraksi dengan lingkungan. Kemampuan mendengar anak usia dini merupakan kemampuan utama dalam proses mempelajari suatu pengetahuan. Anak yang mempunyai kemampuan mendengar dengan baik, maka anak mudah mengerti dan menerima maksud dan membuat penafsiran tentang sesuatu hal (Mujibdan Rahmawati, 2012). Kemampuan ini berhubungan dengan bunyi atau indera pendengaran anak. Kemampuan yang dikembangkan, antara lain, mendengarkan atau menirukan bunyi yang didengar sehari-hari, mendengarkan nyanyian latunan ayat suci Al Quran, atau syair dengan baik, mengikuti perintah lisan sederhana, mendengarkan dongeng dengan baik, mengungkapkan kembali cerita sederhana, menebak lagu atau apresiasi musik, mengikuti ritmik dengan bertepuk, mengetahui asal suara dan mengetahui nama benda yang dibunyikan. Sedangkan kemampuan mendengar anak usia dini memiliki beberapa tingkatan (Mujib dan Rahmawati, 2012), di antaranya : 1) Mendengar bunyi-bunyi kata tanpa membekas dalam pikiran, 2) Mendengar setengah-setengah, 3) Mendengar dengan mulai merangkai idea atau pengetahuan.
Contoh permainan pengembangan auditorik anak usia dini adalah menebak bunyi.
Pengembangan visual anak usia dini merupakan pengembangan yang lebih ditekankan pada kemampuan yang berhubungan dengan penglihatan, pengamatan, perhatian, tanggapan dan persepsi anak terhadap lingkungan sekitarnya. Kemampuan yang dikembangkan antara lain: mengenali benda-benda yang ada disekitar lingkungannya; membandingkan benda-benda dari yang sederhana menuju ke yang lebih kompleks; mengetahui benda dari ukuran, bentuk, atau dari warnanya; mengetahui adanya benda yang hilang apabila ditunjukkan sebuah gambar yang belum sempurna atau janggal; menjawab pertanyaan tentang sebuah gambar seri dan atau lainnya; menyusun potongan teka-teki mulai dari yang sederhana sampai ke yang lebih rumit; mengenali namanya sendiri bila tertulis dan mengenali huruf, angka dan warna.
Pengembangan taktil anak usia dini pengembangan yang ditekankan pada kemampuan yang berhubungan dengan indera peraba (tekstur) anak usia dini. Kemampuan yang dikembangkan, antara lain: mengembangkan kesadaran akan indera sentuhan, mengembangkan kesadaran akan berbagai tekstur, mengembangkan kosa kata untuk menggambarkan berbagai tekstur seperti tebal-tipis, halus-kasar, panas-dingin, dan tekstur kontras lainnya, bermain di bak pasir, bermain air, bermain dengan plastisin, menebak dengan meraba tubuh teman, meraba dengan kertas amplas, meremas kertas koran dan meraup biji-bijian.
Pengembangan kinestetik anak usia dini, yaitu kemampuan yang berhubungan dengan kelancaran gerak tangan atau keterampilan atau motorik halus anak usia dini yang mempengaruhi perkembangan kognitif. Tujuan dari pengembangan ini adalah mengkoordinasikan keseimbangan, kekuatan dan kelenturan otot-otot tubuh. Cara lain yang dikembangkan untuk anak usia dini adalah menjiplak huruf-huruf geometri, melukis dengan cat air, menjahit dengan sederhana, merobek kertas koran, menciptakan bentuk-bentuk dengan balok, membuat gambar sendiri dengan berbagai media, menjiplak bentuk lingkaran, bujur sangkar, segitiga atau empat persegi panjang, memegang dan menguasai sebatang pensil, menyusun atau menggabungkan potongan gambar atau teka-teki dalam bentuk sederhana, mampu menggunakan gunting dengan baik, dan mampu menulis, melukis dengan jari (finger painting), melukis dengan cat air, mewarnai dengan sederhana, menggunting, menjiplak, berlari, melompat dan lain-lain
Pengembangan Aritmatika anak usia dini merupakan pengembangan kognitif yang diarahkan untuk kemampuan matematika atau kemampuan berhitung atau konsep berhitung permulaan. Kemampuan yang dikembangkan tersebut antara lain, mengenali atau membilang angka, menyebut urutan bilangan, menghitung benda, mengenali himpunan dengan nilai bilangan berbeda, memberi nilai bilangan pada suatu himpunan benda, mengerjakan atau menyelesaikan operasi penjumlahan, pengurangan, dengan menggunakan konsep dari kongkrit ke abstrak, menghubungkan konsep bilangan dengan lambing bilangan, dan menciptakan bentuk benda sesuai dengan konsep bilangan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua sebelum mengajarkan matematika pada anak-anak, terutama pada anak usia dini adalah: 1) Matematika itu bukanlah hanya sekedar berhitung angka-angka, 2) Matematika adalah bagian dari kehidupan sehari-hari dan bukanlah sesuatu yang abstrak, 3) Untuk membuat anak usia dini cinta matematika, orangtua tidak boleh takut pada matematika, 4) Belajar tidak harus dipisahkan dari bermain.
Pengembangan Geometri anak usia dini merupakan pengembangan yang ditekankan pada kemampuan yang berhubungan dengan konsep bentuk dan ukuran. Adapun kegiatan yang dilakukan antara lain: 1) Mengukur benda dengan sederhana, 2) Menggunakan bahasa ukuran seperti besar, kecil, panjang pendek, tinggi, rendah, 3) Mencipta bentuk geometri dan lain-lain, 4) Memilih benda menurut warna, bentuk dan ukurannya, 5) Mencocokkan benda menurut warna, bentuk dan ukurannya, 6) Membandingkan benda menurut ukurannya besar-kecil, panjang-lebar, tinggi-rendah, 7) Mengukur benda secara sederhana, 8) Mengerti dan menggunakan bahasa ukuran, seperti besar-kecil, tinggi-rendah, panjang-pendek, dan sebagainya, 9) Menyebut benda-benda yang ada di kelas sesuai dengan bentuk geometri, 10) Mencontoh bentuk-bentuk geometri, 11) Menyebut, menunjukkan, dan mengelompokkan lingkaran, segitiga, dan segiempat, 12) Menyusun menara dari delapan kubus, 13) Mengenal ukuran panjang, berat, dan isi, dan 14) Meniru pola dengan empat kubus.
Pengembangan Sains Permulaan anak usia dini merupakan pengembangan kognitif yang ditekankan pada kemampuan yang berhubungan dengan berbagai percobaan atau demonstrasi sebagai suatu pendekatan secara Saintifik atau Logis. Hakikat pengembangan sains adalah kegiatan belajar sambil bermain yang menyenangkan dan menarik melalui pengamatan, penyelidikan dan percobaan untuk mencari tahu atau menemukan jawaban tentang segala sesuatu yang ada di dunia sekitar. Pengembangan sains secara umum bertujuan agar anak mampu secara aktif mencari informasi mengenai apa yang ada di sekelilingnya. Sedangkan secara khusus permainan sains bertujuan agar anak memiliki kemampuan mengamati berbagai perubahan yang terjadi, melakukan percobaan sederhana, melakukan kegiatan mengklasifikasi, membandingkan, memperkirakan dan mengkomunikasikannya serta membangun kreatifitas dan inovasi pada diri anak. Adapun kemampuan yang akan dikembangkan, antara lain: 1) Mengeksplorasi berbagai benda yang ada di sekitar, 2) Mengadakan berbagai percobaan sederhana, dan 3) Mengkomunikasikan apa yang telah diamati dan diteliti.
Oleh : Basilia S.W
DAFTAR PUSTAKA.
Indarwarti, A. 2017. Mengembangkan Kecerdasan Kognitif Anak Melalui Beberapa
Berkembangnya kemampuan kognitif pada anak-anak menjadikan mereka dapat menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga mereka bisa berguna dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat sekitarnya. Berkaitan dengan penerapan pengembangan kognitif pada anak usia dini, maka orangtua di rumah atau guru di sekolah dapat menerapkan kegiatan bermain sambil belajar untuk anak-anak dengan menggunakan metode yang tepat. Piaget mengemukakan bahwa metode bermain merupakan kegiatan bermain dengan latihan untuk mengkonsolidasikan berbagai pengetahuan dan keterampilan kognitif yang baru dikuasai sehingga dapat berfungsi secara efektif. Melalui kegiatan bermain, semua proses mental yang baru dikuasai dapat diinternalisasi oleh anak. Kegiatan bermain merupakan sarana bagi anak dalam melakukan berbagai eksperimen tentang berbagai konsep yang diketahui dan yang belum diketahuinya yang semua aktivitas tersebut dapat berfungsi untuk meningkatkan kemampuan kognitif pada anak. Keterlibatan kognitif dalam kegiatan bermain ini bergerak dari keterlibatan kemampuan kognitif secara sederhana sampai pada kemampuan kognitif yang lebih tinggi. Adapun jenis-jenis bermain tersebut diantara sebagai berikut:
Sejalan dengan perkembangan kognitifnya, anak-anak sudah tak asing melakukan permainan ini. Berrmain konstruktif adalah kegiatan bermain dimana anak membentuk sesuatu, menciptakan bangunan tertentu dengan alat permainan yang tersedia, seperti membuat rumah-rumahan menggunakan lego (Tedjasaputra 2001). Kegiatan bermain konstruktif lainnya diantaranya dilakukan anak dengan jalan menyusun balok-balok kecil menjadi suatu bangunan, seperti rumah, menara dan sebagainya. Di samping itu, dalam kegiatan bermain ini anak anak dapat melatih gerakan motorik halusnya. Hal ini terlihat pada waktu ia menggunakan jari-jarinya untuk menyusun balok-balok agar tidak jatuh. Pada waktu yang bersamaan, anak juga mengoperasikan kemampuan kognitifnya untuk memikirkan agar baloknya tidak jatuh dan memilih balok-balok yang tepat untuk dijadikan bangunan seperti yang diinginkannya. Aktivitas bermain ini terutama dilakukan oleh anak-anak usia 3-5 tahun.
Bermain untuk pengembangan kemampuan dasar IPA merupakan permainan yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan dasar IPA di Taman Kanak-kanak. Oleh sebab itu, permainan ini syarat dengan kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas kognitif. Misalnya kegiatan dalam melakukan pengamatan, penyelidikan, kegiatan dalam mendapatkan penemuan dan mengklasifikasi objek dan peristiwa yang berkaitan dengan IPA.
Seperti permainan yang dilakukan dalam bermain IPA, permainan matematika juga salah satu bentuk permainan yang melibatkan aktivitas kognitif dari tingkat sederhana ketingkat yang lebih kompleks seperti menyebutkan angka, mencocokkan angka dengan jumlah benda yang sesuai dengan angka yang dimaksud, dan lain-lain.
Bermain untuk pengembangan kemampuan kognitif, kemampuan bahasa dan psikososial.
Yaitu bermain drama merupakan refleksi dari pengembangan kemampuan kognitif anak usia Taman Kanak-kanak yang ditekankan dalam imajinasi atau fantasi. Seiring dengan hal tersebut, bermain drama merupakan sarana yang dapat digunakan bagi pengembangan kemampuan bahasa dan komunikasi, serta kemampuan psikososial atau perilaku anak tersebut. Selanjutnya aktivitas dalam bermain drama ini sangat berguna dalam pengembangan kreativitas anak. Dalam bermain drama, anak aktif bercakap-cakap tentang hal yang berkaitan dengan drama yang dimainkannya, aktivitas ini bermanfaat bagi pengembangan kemampuan anak dalam bersosialisasi dan berkomunikasi
Bermain sebagai latihan koordinasi gerakan motorik
Bermain sebagai latihan untuk meningkatkan keterampilan dalam mengkoordinasikan gerakan motorik, baik motorik kasar maupun motorik halus, disebut bermain sebagai sarana latihan. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas anak yang melakukan gerakan motorik secara berulang-ulang, seprti berlari, memanjat, naik sepeda dan lain-lain. Walaupun kegiatan bermain ini lebih ditekankan pada pengembangan koordinasi gerakan motorik, akan tetapi kegiatan bermain ini secara bersamaan juga mengembangkan kemampuan kognitif anak. Keterkaitan antara gerak motorik dengan aktivitas kognitif dapat dilihat pada waktu anak memperkirakan apakah pohon yang akan dipanjat tinggi atau tidak tinggi. Kegiatan ini membantu anak untuk memperkirakan batas kemampuannya untuk memanjat pohon itu. Aktivitas bermain sebagai latihan dilakukan oleh anak yang berusia 3-5 tahun.
Bermain formal dilakukan anak pada waktu ia melakukan permainan yang bersifat pertandingan atau perlombaan. Kegiatan bermain ini telah memiliki aturan, struktur, dan tujuan. Misalnya, bermain untuk menang. Seperti yang terjadi pada waktu anak bermain kelereng, sepak bola dan lainlain. Anak Taman Kanak-kanak sudah dapat melakukan aktivitas bermain ini walaupun pada tahap permulaan. (Jamaris,2006).
Bermain dengan metode berceritamerupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan. Cerita yang dibawakan harus menarik dan menngundang perhatian anak dan tidak lepas dari tujuan pendidikan bagi anak. Bila isi cerita dikaitkan dengan dunia kehidupan anak, maka mereka dapat memahami isi cerita itu, mereka akan mendengarkan dengan penuh perhatian dan dengan mudah dapat menangkap isi cerita. Adapun teknik-teknik dalam bercerita kepada anak yaitu:
membacakannya langsung dari buku cerita,
bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dari buku
menceritakan dongeng
bercerita dengan menggunakan papan flannel
bercerita dengan menggunakan media boneka
dramatisasi suatu cerita
bercerita sambil memainkan jari-jari tangan (Moeslichatoen, 2004).
Tujuan metode bercerita bagi anak yaitu diantaranya:
Mengembangkan kemampuan berbicara dan memperkaya kosa kata anak, terutama bagi anak-anak batita yang sedang belajar bicara,
Bercerita atau mendongeng merupakan proses mengenalkan bentuk-bentuk emosi dan ekspresi kepada anak, misalnya marah, sedih, gembira, kesal dan lucu, Memberikan efek menyenangkan, bahagia dan ceria, khususnya bila cerita yang disajikan adalah cerita lucu,
Menstimulasi daya imajinasi dan kreativitas anak, memperkuat daya ingat, serta membuka cakrawala pemikiran anak menjadi lebih kritis dan cerdas
Dapat menumbuhkan empati dalam diri anak,
Melatih dan mengembangkan kecerdasan anak,
Sebagai langkah awal untuk menumbuhkan minat baca anak,
Merupakan cara paling baik untuk mendidik tanpa kekerasan, menanamkan nilai moral dan etikajuga kebenaran,serta melatih kedisiplinan,
Membangun hubungan personal dan mempererat ikatan batin orang tua dengan anak.
Bermain metode karyawisata merupakan salah satu metode melaksanakan kegiatan pengajaran di Taman Kanak-kanak dengan cara mengamati dunia sesuai dengan kenyataan yang ada secara langsung yang meliputi manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan benda benda lainnya. Pengamatan secara langsung bagi anak memperoleh kesan yang sesuai dengan pengamatannya. Pengamatan ini juga diperoleh melalui penca indera yakni mata, telinga, lidah, hidung dan tangan. Metode karyawisata akan membantu anak memahami kehidupan nyata dalam lingkungan sekitar mereka. Moeslichatoen(2004:70) mengatakan bahwa anak dengan menggunakan kelima inderanya untuk mengamati dunia nyata secara langsung dalam kegiatan karyawisata dapat mengembangkan pengetahuan dan memperluas wawasan:
1) Setiap benda itu mempunyai sifat-sifat yang dapat dilihat, dibau, didengar, dirasakan,dan diraba serta dapat dideskripsikan,
2) Benda-benda itu dapat dibandingkan satu dengan yang lain berdasarkan persamaandan perbedaan yang dapat dilihat, dibau, didengar, dirasakan, dan diraba. 3) Benda-benda itu dapat digolong-golongkan berdasarkan kesamaan sifat yang dapat dilihat, dibau, dirasakan, dan diraba.
Melalui karyawisata diharapkan anak mendapat kesempatan yang luas untuk melakukan kegiatan dan dihadapkan dengan bermacam benda yang dapat menarik perhatiannya, memenuhi kebutuhan rasa ingin tahunya, dan mengadakan kajian terhadap fakta yang dihadapi secara langsung. Karyawisata memberi kesempatan anak untuk melihat, mendengar, membau, mengecap, dan meraba tentang benda-benda disekitarnya. Berbagai macam pengalaman yang diperoleh dengan tangan pertama tersebut merupakan hal yang menarik perhatian dan akan mendorong anak ingin mengetahuidan mengkaji lebih lanjut semua hal yang dipersepsikan.
Bermain metode eksperimen
Bermain metode eksperimen yaitu percobaan tentang sesuatu. Dalam hal ini setiap anak bekerja sendiri sendiri. Pelaksanaan lebih memperjelas hasil belajar, karena setiap anak mengalami dan melakukan kegiatan percobaan. Pembelajaran bermain dengan metodee eksperimen ini merupakan :
a) Sebagai usaha perkenalan. Anak diajak untuk berkenalan dengan alat, bahan serta cara kerja alat tersebut. Disamping itu anak diajak untuk mengenal suatu konsep dengan berdasarkan alat kerja tersebut,
b) Eksperimen sebagai usaha kejutan, dimaksudkan agar anak dengan bereksperimen akan memperoleh pengalaman kerja langsung, baik dari alat maupun reaksi yang terjadi dalam percobaan itu,
c) Usaha eksperimen untuk memahami suatu konsep, agar anak lebih mudah untuk menerima konsep. Dengan pengalaman langsung maka pengetahuan yang diperoleh anak akan melekat lebih lama,
d) Eksperimen sebagai model, dimaksudkan agar guru melaksanakan suatu usaha untuk mempermudah proses pembelajarannya dengan melakukan pendekatan-pendekatan yang memungkinkan anak lebih memahami konsep yang diajarkan.
e) Sebagai usaha pengulangan, melalui eksperimen guru mengulangi teoritis yang telah disampaikan, dan konsep yang telah diajarkan akan lebih kongkrit jika melalui pelaksanaan eksperimen
Bermain Metode Tanya Jawab
Bermain metode tanya jawab merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar bagi anak. Dengan metode tanya jawab dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk mendapatkan respon lisan dari anak. Penggunaan metode tanya jawab dapat dinilai sebagai metode yang cukup wajar dan tepat, apabila penggunaannya dipergunakan untuk:
Merangsang agar perhatian anak terarah pada suatu bahan pelajaran yang sedang dibicarakan,
Mengarahkan proses berfikir dan pengamatan anak didik,
Meninjau atau melihat penguasaan anak didik terhadap materi/bahan yang telah diajarkan sebagai bahan pertimbangan untuk melanjutkan materi berikutnya,
Melaksanakan ulangan, evaluasi dan memberikan selingan dalam ceramah.
Bermain metode pemberian tugas yaitu metode yang memberikan kesempatan kepada anak melaksanakan tugas berdasarkan petunjuk langsung dari guru, apa yang harus dikerjakan, sehingga anak dapat memahami tugasnya secara nyata agar dapat dilaksanakan secara tuntas (Sujiyono, 2005). Bermain metode pemberian tugas merupakan salah satu tanggung jawab yang harus diselesaikan oleh anak. Pemberian tugas merupakan salah satu metode yang dilakukan oleh pendidik atau orang tua ketika memberikan pekerjaan kepada anak untuk mencapai suatu tujuan kegiatan pengembangan tertentu. Dengan mengerjakan tugas yang diberikan diharapkan ada perubahan tingkah laku anak yang lebih positif sesuai dengan tujuan perkembangannya.
Metode pemberian tugas dimaksudkan dilakukan dengan tujuan antara lain:
Memberi kesempatan kepada anak untuk belajar lebih banyak.
Memupuk rasa tanggungjawab pada anak.
Memperkuatmotivasi belajar.
Membangun hubungan yang erat dengan orang
Mengembangkan keberanian berinisiatif
Bermain Metode Demonstrasi
Bermain metode demonstrasi yaitu metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan. Seorang guru atau orang lain yang sengaja diminta atau siswasendiri memperlihatkan pada seluruh kelas tentang sesuatu proses atau sesuatu kaifiyah melakukan sesuatu. Dengan demikian, disimpulkan bahwa metode demonstrasi ialah cara penyajian materi pelajaran kepada anak dengan mengadakan percobaan dan mengalami langsung serta membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajarinya, yang bertujuan agar anak mampu memahami tentang cara mengatur atau
Bermain Metode Mengucap Syair
Bermain metode mengucap syair yaitu suatu cara menyampaikan sesuatu melalui syair yang menarik yang dibuat guru untuk sesuatu, agar dapat dipahami anak. Dengan demikian, syair merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan suatu isi materi mengenai tema yang sedang dibahas. Hal ini akan memudahkan guru dalam menginternalisasikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya agar tercapai dengan baik dalam suasana kegiatan yang menyenangkan yaitu mengucap syair. Oleh karena itu, guru dituntut agar memliki kreativitas yang tinggi dalam membuat syair-syair yang sesuai dengan tema dan sub tema yang telah dirancang
Bermain Metode Sosiodrama
Cute smiling happy stylish children and female teacher on dark background. Beautiful stylish teen girls and boy standing together and posing on the school stage in front of the curtain. Classic style. Kids fashion and emotions concept.
Bermain metode sosiodrama yaitu teknik digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan, melalui suatu suasana yang didramatisasikan sehingga dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan. Sebab sosiodrama merupakan salah satu tehnik dalam bimbingan kelompok yaitu role playing atau teknik bermain perandengan cara mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial. Sosiodrama merupakan dramatisasi dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang lain, tingkat konflik-konflik yang dialami dalam pergaulan sosial. Mereka yang memiliki kecerdasan yang tinggi akan mampu untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan dan dapat menghasilkan barang atau jasa yang berguna dalam berbagai aspek kehidupan.Tingkat kecerdasan dapat membantu seseorang dalam menghadapi berbagai permasalahan yang muncul dalam kehidupannya. Kecerdasan sudah dimiliki sejak manusia lahir dan terus-menerus dapat dikembangkan hingga dewasa. Pengembangan kecerdasan akan lebih baik bila dilakukan sedini mungkin melalui pemberian stimulasi pada kelima panca inderanya. Kemudian kecerdasan juga mempunyai manfaat bagi diri sendiri dan pergaulannya di masyarakat. Melalui tingkat kecerdasan yang tinggi seseorang akan semangkin dihargai di masyarakat apalagi apabila ia mampu berkiprah dalam menciptakan hal-hal baru yang bersifat fenomenal. Metode sosiodrama ialah suatu dramatisasi untuk memecahkan suatu masalah yang dramatisasikan yang tidak menggunakan bahan tertulis, latihan terlebih dahulu dan tanpa menyuruh anak untuk melafalkan sesuatu, selanjutnya dapat meningkatkan hubungan sosial melalui berkomunikasi, berekspresi dengan bermain peran dan biasanya menceritakan kehidupan sehari-hari anak, sehingga hal ini sangat membantu dalam mengasah kecerdasan kognitifanak usia dini. Tujuan dari metode sosiodrama ialah: 1) Untuk melatih anak mendengarkan dan menangkap cerita singkat dengan teliti. 2) Untuk memupuk dan melatih keberanian. Pada mulanya semua anak berani tampil ke muka untuk melakukan dramatisasi masalah sedikit sekali yang mau dengan sukarela tapi lambat laun anak-anak itu berani sendiri. 3) Untuk memupuk daya cipta dengan melihat cerita tadi anak menyatakan pendapat masing-masing, hal ini sangat baik untuk menggali kreativitas berpikir anak. 4) Untuk belajar menghargai dan menilai orang lain menyatakan pendapat. 5) Untuk mendalami masalah sosial (Herry, 2013).
Di dalam suatu metode pengembangan kognitif anak usia dini, seorang anak memainkan peran aktif dalam menyusun pengetahuanya mengenai realitas. Anak tidak pasif menerima informasi saja walaupun proses berfikir dan konsepsi anak mengenai realitas telah dimodifikasikan oleh pengalamanya dengan dunia sekitarnya, namun anak juga aktif dalam menginterpretasikan informasi yang ia peroleh dari pengalaman yang diperoleh dari bermainnya tersebut.
Sehingga mengembangkan kognitif anak usia dini merupakan suatu hal yang penting, karena dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
Anak mampu mengembangkan daya persepsinya berdasarkan apa yang dilihat, didengar dan rasakan, sehingga anak akan memiliki pemahaman yang utuh dan komprehensi. Agar anak mampu melatih ingatannya terhadap semua peristiwa dan kejadian yang pernah dialaminya.
Anak mampu mengembangkan pemikiran-pemikirannya dalam rangka menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lainya.
Anak mampu memahami simbol-simbol yang tersebar di dunia sekitarnya.
Anak mampu melakukan penalaran-penalaran, baik yang terjadi secara alamiah (spontan) maupun melalui proses ilmih (percobaan).
Anak mampu memecahkan persoalan hidup yang dihadapinya, sehingga pada akhirnya anak akan menjadi individu yang mampu menolong dirinya sendiri Jadi melalui pengembangan kognitif, fungsi berfikir anak dapat digunakan dengan cepat dan tepat untuk mengatasi suatu situasi untuk memecahkan suatu masalah
Oleh : Basilia S.W
DAFTAR PUSTAKA.
Indarwarti, A. 2017. Mengembangkan Kecerdasan Kognitif Anak Melalui Beberapa Metode. 109–118.
Gangguan somatoform merupakan kelainan psikologis pada seseorang yang ditandai dengan sekumpulan keluhan fisik yang tidak menentu, namun tidak tampak saat pemeriksaan fisik. Orang yang mengalami gangguan somatoform dapat merasakan beragam gejala, seperti sakit dada, sakit punggung, lelah, pusing, atau tidak enak badan di bagian tubuh tertentu. Namun, setelah diperiksakan ke dokter, tidak ditemukan kelainan secara fisik. Gejala gangguan somatoform terkadang bisa ditelusuri hubungannya dengan kondisi fisik tertentu, namun seringkali tidak ada pemicunya. Orang yang memiliki gangguan somatoform tidak dapat memalsukan gejala yang mereka alami. Stres yang muncul karena rasa sakit sangat nyata, meskipun tidak ada penjelasan fisik ditemukan. Bahkan, gejala yang muncul sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Somatoform disorder atau gangguan somatoform adalah kondisi psikologis yang menyebabkan satu atau banyak gejala pada tubuh. Kondisi ini dapat menyebabkan kesulitan dan mengganggu aktivitas sehari-hari dari penderitanya.
Gangguan somatisasi disebabkan oleh pikiran individu. Individu merasa bahwa ada sesuatu yang salah dengan keadaan dirinya sehingga menyebabkan timbulnya pikiran-pikiran yang negatif dan keyakinan irasional tentang dirinya dan lingkungan. Hal ini yang rnenyebabkan individu merasa bahwa jika adanya tekanan, stress, terlalu banyak aktivitas yang dilakukan, kelelahan yang menguras energi dan tenaga serta ketidak percaya diri dengan kemampuan dirinya maka dapat memunculkan rasa sakit dan menganggap hal tersebut dapat mengancam atau membahayakan dirinya. Timbulnya gangguan somatisasi ini dapat terjadi karena adanya konflik intrapsikis, masalah hubungan interpersonal atau masalah lingkungan dan sosial, serta bentuk kecenderungan pada individu untuk mengekspresikan atau mengkomunikasikan pengalaman psikologis yang tidak mengenakkan ke dalam gejala-gejala fisik dan untuk meyakinkan orang lain bahwa dirinya sakit dengan jalan individu mencari bantuan medis untuk dirinya (Ford, 1986). Hal ini senada dengan pendapat Edelman (Kendal dan Hammen, 1998) yang menyatakan bahwa individu yang mengalami gangguan somatisasi cenderung mengalami konflik psikologis dan distress yang dimanifestasikan dalam bentuk gejala fisik atau keluhan fisik akan tetapi tidak ada bukti medis.
Escobar (1987; 1996) menyatakan bahwa somatisasi merupakan bentuk gejala-gejala fisik akan tetapi secara organis tidak ada bukti patologis, baik dengan evaluasi laboratorium maupun medis. Dikatakan lebih lanjut bahwa keluhan fisik tersebut terjadi karena ada hambatan untuk mengkomunikasikan keadaan emosi yang dialami individu dan merupakan bentuk penghindaran diri dari konflik emosional (Scicchitano dkk, 1996). Bagi individu yang normal keluhan yang sering muncul adalah kelelahan dan rasa lemas atau kekurangan tenaga (Kellner,1986) dengan prevalensi keluhan tersebut mencapai 20 sampai 40 persen (Kellner, 1994). Hasil penelitian Isaac dkk.,(1995) menunjukkan bahwa yang sering dikeluhkan subjek yang menderita gangguan somatisasi adalah sebagian besar gangguan usus besar atau pencernaan makanan. Somatisasi dapat dikatakan sebagai bentuk pemanfaatan tubuh untuk tujuan psikologis yang sering tampak yaitu pemindahan perasaan yang tidak menyenangkan dalam bentuk gejala-gejala fisik seperti tidak berfungsinya usus besar sebagai perwujudan dari perasaan tertekan. Di samping itu somatisasi dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkomunikasikan suatu pemikiran atau perasaan melalui sarana simbolis seperti kelumpuhan yang sifatnya histeris untuk menyimbolkan dan mengkomunikasikan perasaan tidak berdaya. Bentuk lain dari tujuan somatisasi adalah untuk tujuan pribadi dengan jalan memanipulasi hubungan antar pribadi, untuk menghindari tugas dan tanggung jawab sosial dan untuk mendapatkan keuntungan materi setelah terjadi kecelakaan, seperti untuk mendapatkan asuransi dan yang tak kalah penting adalah untuk mendapatkan simpati atau perhatian dari orang lain (Ford, 1983).
Penyebab gangguan somatoform tidak diketahui dengan jelas, namun beberapa faktor diduga menjadi pemicunya. Berikut adalah beberapa faktor yang mungkin menjadi pemicu gangguan gejala somatik atau somatoform disorder:
1. Faktor genetik dan biologis, seperti hipersensitivitas terhadap rasa sakit.
2. Pengaruh keluarga, dapat bersifat genetik atau dapat disebabkan faktor lingkungan, atau kombinasi dari keduanya.
3. Sifat kepribadian negatif, kondisi ini dapat memengaruhi cara seseorang mengidentifikasikan dan merasakan penyakit dan gejala tubuh.
4. Penurunan kesadaran atau masalah memproses emosi, menyebabkan fokus pada gejala fisik dibandingkan masalah emosional.
5. Perilaku yang dipelajari, usaha untuk mendapatkan perhatian lebih dan manfaat lain dari gejala penyakit yang dialami, seperti tidak harus melakukan kegiatan tertentu karena dianggap dapat memperparah gejala.
Faktor risiko lain dari gangguan gejala somatik meliputi:
3. Beresiko mengembangkan kondisi medis, seperti memiliki riwayat penyakit keluarga yang kuat
4. Mengalami peristiwa kehidupan yang penuh tekanan, trauma atau kekerasan
5. Pernah mengalami trauma masa lalu, seperti pelecehan seksual masa kanak-kanak.
6. Memiliki tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi yang rendah.
Gangguan Somatoform bukan merupakan Malingering, yaitu bukan merupakan kepura-puraan sintom yang bertujuan untuk mendapatkan hasil eksternal yang jelas, misalnya menghindari hukuman, mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya. Bukan pula merupakan factitious/gangguan buatan, yaitu gangguan yang ditandai oleh pemalsuan sintom psi’s atau fisik yang disengaja tanpa keuntungan yang jelas atau untuk mendapatkan peran sakit
Beberapa jenis gejala gangguan somatoform di antaranya:
1. Illness anxiety disorder
Rasa cemas berlebihan ketika merasa menderita penyakit yang serius. Keluhan minor dianggap sebagai masalah medis besar, contohnya sakit kepala ringan dianggap sebagai gejala tumor otak.
2. Conversion disorder
Kondisi ini akan didiagnosis ketika orang dengan gangguan somatoform mengalami gejala yang tidak ada pemicunya secara fisik, seperti paralisis, gerakan abnormal (tremor/kejang), kebutaan, kehilangan pendengaran, hingga mati rasa.
3. Pseudocyesis
Keyakinan yang salah bahwa seorang perempuan tengah mengandung, termasuk merasakan gejala-gejalanya dengan nyata. Contohnya merasa ada perubahan ukuran perut, payudara, juga mual dan muntah.
4. Body dysmorphic disorder
Fokus berlebihan pada perubahan fisik yang tidak benar-benar terjadi, biasanya hanya di bagian tubuh tertentu.
5. Somatization disorder
Biasanya terjadi pada orang berusia di bawah 30 tahun dan tetap ada selama bertahun-tahun. Gejala ini umumnya meliputi kombinasi beberapa gejala seperti rasa nyeri, pencernaan tak nyaman, mati rasa, hingga disfungsi seksual.
6. Pain disorder
Seseorang merasa nyeri terus-menerus di area tubuh tertentu meski tidak ada penyakit fisik yang dideritanya.
Pada gangguan ini individu akan mengalami gejala sakit atau nyeri pada satu tempat atau lebih, yang tidak dapat dijelaskan dengan pemeriksaan medis (non psikiatri) maupun neurologis. Simtom ini menimbulkan strees emosional ataupun gangguan fungsional, dan gangguan ini dianggap memiliki hubungan sebab akibat dengan faktor psikologis. Keluhan yang dirasakan pasien berfluktuasi intensitasnya, dan sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi, kognitif, atensi, dan situasi. Dengan kata lain, faktor psikologis mempengaruhi kemunculan, bartahannya, dan tingkat keparahan gangguan. (Fausiah, Widury, 2005:26)
Body Dysmorphic Disorder
Definisi gangguan ini adalah preokupasi dengan kecacatan tubuh yang tidak nyata (misalnya hidung yang dirasakannya kurang mancung), atau keluhan yang berlebihan tentang kekurangan tubuh yang minimal atau kecil. Perempuan lebih cenderung untuk memfokuskan pada bagian kulit, dada, paha, dan kaki. Sedangkan pria lebih terfokus pada tinggi badan, ukuran alat vital, atau rambut tubuh. (Fausiah, Widury,2005:27)
Hipokondriasis
Kata “hipokondriasis” berasal dari istilah medis lama ”hypochondrium”, yang berarti di bawah tulang rusuk, dan mereflesikan gangguan pada bagian perut yang sering dikeluhkan pasien hipokondriasis. Hipokondriasis adalah hasil interpretasi pasien yang tidak realistis dan tidak akurat terhadap simtom atau sensasi. Sehingga mengarah pada preokupasi dan ketakutan bahwa mereka memiliki gangguan yang parah, bahkan meskipun tidak ada penyebab medis yang ditemukan. Pasien yakin bahwa mereka mengalami penyakit yang serius dan belum dapat dideteksi, dan tidak dapat dibantah dengan menunjukkan kebalikannya. (Fausiah, Widury,2005:28) Gangguan ini biasanya dimulai pada awal masa remaja dan cenderung terus berlanjut. Individu yang mengalami hal ini biasanya merupakan konsumen yang seringkali menggunakan pelayanan kesehatan, bahkan terkadang mereka menganggap dokter mereka tidak kompeten dan tidak perhatian (Pershing et al., dalam Davidson, Neale, kring, 2004). Dalam teori disebutkan bahwa mereka bersikap berlebihan pada sensasi fisik yang umum dan gangguan kecil, seperti detak jantung yang tidak teratur, berkeringat, batuk yang kadang terjadi, rasa sakit, sakit perut, sebagai bukti dari kepercayaan mereka. Hypochondriasis seringkali muncul bersamaan dengan gangguan kecemasan dan mood. (Ardani, 2010 : 96)
Tanda dan gejala penyakit Hipokrondria termasuk :
a. Ketakutan atau kecemasan yang berlebihan mengalami penyakit tertentu
b. Khawatir bahwa gejala minor berarti memiliki penyakit yang serius.
c. Mencari mengulangi ujian atau konsultasi medis
d. Sering berganti dokter
e. Frustrasi dengan dokter atau perawatan medis
f. Hubungan sosial tegang
g. Gangguan emosi
h. Sering memeriksa tubuh untuk masalah-masalah, seperti benjolan atau luka
i. Sering memeriksa tanda-tanda vital seperti denyut nadi atau tekanan darah
j. Ketidakmampuan diyakinkan oleh ujian medis
k. Berpikir mempunyai penyakit setelah membaca atau mendengar tentang hal itu
l. Menghindari situasi yang membuat merasa cemas, seperti berada di rumah sakit
Gangguan Konversi
Gangguan konversi menurut DSM IV (Kaplan, sadock, & Grebb, 1991) adalah gangguan dengan karakteristik munculnya satu atau beberapa simtom neurologis yang ada. (fausiah, widury,2005: 29).Pada conversion disorder, gejala sensorik dan motorik, seperti hilangnya penglihatan atau kelumpuhan secara tiba-tiba, menimbulkan penyakit yang berkaitan dengan rusaknya system saraf, padahal organ tubuh dan system saraf individu tersebut baik-baik saja. Aspek psikologis dari gejala conversion ini ditunjukan dengan fakta bahwa biasanya gangguan ini muncul secara tiba-tiba dalam situasi yang tidak menyenangkan. Gejala conversion biasanya berkembang pada masa remaja atau awal masa dewasa, dimana biasanya muncul setelah adanya kejadian yang tidak menyenangkan dalam hidup. Conversion disorder biasanya berkaitan dengan diagnosis Axis 1 lainnya seperti depresi dan penyalahgunaan zat-zat terlarang, dan dengan gangguan kepribadian. (Ardani,2011:96)
Gangguan Somatisasi
Gangguan ini sifatnya kronis (muncul selama beberapa tahun dan terjadi sebelum usia 30 tahun), dan berhubungan dengan strees psikologis yang signifikan, hendaya dalam kehidupan sosial dan pekerjaan, serta perilaku mencari pertolongan medis yang berlebihan. (Fausiah, Widury,2005:33). Ciri utamanya adalah adanya gejala-gejala fisik yang bermacam-macam, berulang dan sering berubah-ubah, yang biasanya sudah berlangsung beberapa tahun sebelum pasien datang ke psikiatri. Kebanyakan pasien mempunyai riwayat pengobatan yang panjang dan sangat kompleks, baik ke pelayanan kesehatan dasar, maupun spesialistik, dengan hasil pemeriksaan atau bahkan operasi yang negative. Keluhannya dapat mengenai setiap system atau bagian tubuh manapun, tetapi yang paling lazim adalah yang mengenai keluhan gastrointestinal (perasaan sakit, kembung, bertahak, muntah, mual, dsb) dan keluhan-keluhan perasaan abnormal pada kulit (perasaan gatal, rasa terbakar, kesemutan, pedih) serta bercak-bercak pada kulit.
Penatalaksanaan psikosomatis atau somatoform disorder sebaiknya fokus pada perbaikan tilikan diri pasien, di mana pasien menyadari bahwa gejala-gejala yang dialami adalah manifestasi dari stressor psikologis. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mendiskusikan gejala yang dialami, dengan menghubungkan stressor psikososial yang dimiliki pasien.
Psikoterapi yang bisa diberikan kepada pasien psikosomatis adalah cognitive behavioural therapy (CBT), yang bertujuan untuk memperbaiki distorsi kognitif, serta mengurangi stress, pemeriksaan medis, dan depresi. Fokus CBT adalah pada usaha-usaha untuk memodifikasi distorsi kognitif, keyakinan yang tidak realistis, kecemasan, dan perilaku yang memicu timbulnya gejala.
Psikoterapi lain yang bisa diberikan adalah terapi perilaku untuk mempertahankan fungsi sosial dan pekerjaan yang semula dihalangi oleh gejala somatik. Psikoterapi perilaku yang dapat dilakukan dokter umum adalah token ekonomi (reward and punishment). Dimana hal ini mengajarkan kepada pasien untuk memberi reward kepada diri sendiri bisa target perilaku tertentu tercapai, misalnya menyelesaikan pekerjaan meskipun mengalami nyeri lambung, dan reward ditunda bila target tidak terpenuhi. Terapi lain yang bisa diberikan adalah relaksasi, misalnya dengan deep breathing dan progressive muscular relaxation. Semua bentuk psikoterapi yang dilakukan juga dapat diberi selingan dengan psikoterapi suportif.
Terapi Pain Disorder
Pengobatan yang efektif cenderung memiliki hal-hal berikut:
a. Memvalidasikan bahwa rasa nyeri itu adalah nyata dan bukan hanya ada dalam pikiran penderita
b. Relaxation training
c. Memberi reward kepada mereka yang berperilaku tidak seperti orang yang mengalami rasa nyeri
Secara umum disarankan untuk megubah fokus perhatian dari apa yang tidak dapat dilakukan oleh penderita akibat rasa nyeri yang dialaminya, tetapi mengajari penderita bagaimana caranya menghadapi strees, mendorong untuk mengerjakan aktivitas yang lebih baik, dan meningkatkan control diri. (Ardani, 2011:98)
Terapi Hypochondriasis
Secara umum, pendekatan cognitive-behavioral terbukti efektif dalam mengurangi hypochondriasis (e.g. Bach, 2000; Feranandez, Rodriguez&Fernandez, 2001, dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Penelitian menujukkan bahwa penderita hypochondriasis memperlihatkan biasnya kognitif dalam melihat ancaman ketika berkaitan dengan isu kesehatan (Smeets et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).(Ardani, 2010:99 ).
Cognitive-behavioral therapy dapat bertujuan untuk mengubah pemikiran pesimistis. Selain itu, pengobatan juga hendaknya dikaitkan dengan strategi yang mengalihkan penderita gangguan ini dari gejala-gejala tubuh dan meyakinkan mereka untuk mencari kepastian medis bahwa mereka tidak sakit (e.g.Salkovskis & Warwick, 1986; Visser&Bouman, 2001 ;Warwick & Salkovskis, 2001 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). (Ardani, 2010 : 99)
Terapi Somatization Disorder
Pada ahli kognitif dan behavioral meyakini bahwa tingginya tingkat kecemasan yang diasosiakan dengan somatization disorder dipicu oleh situasi khusus. Akan tetapi semakin banyak pengobatan yang dibutuhkan, bagi orang yang “sakit” sekian lama maka akan tumbuh kebiasaan akan ketergantungan untuk menghindari tantangan hidup sehari-hari daripada menghadapi tantangan tersebut sebagai orang dewasa. Dalam pendekatan yang lebih umum mengenai somatization disorder, hendaknya tidak meremehkan validitas dari keluhan fisik, tetapi perlu diminimalisir penggunaan tes-tes diagnosis dari obat-obatan , mempertahankan hubungan dengan mereka terlepas dari apakah mereka mengeluh tentang penyakitnya atau tidak. (Ardani, 2011:99)
Oleh : Basilia S.W
DAFTAR PUSTAKA.
Ardani, Ardi Tristiadi. 2011. Psikologi Abnormal. Bandung: CV Lubuk Agung
Barsky, A. J. 1992. Amplification, Somatization, and The Somatoform Disorder. Psychosomatics. 33; 28-33.
Bell, I. R. 1994. Somatization Disorder: Health Care Costs in The Decade of Brain. Journal of Biological Psychiatry, .35: 81-83. https://www.academia.edu/20216616/PS_ABNORMAL_JURNAL, 29 Desember 2022
Davison, G.C., Neale, J.M., & Kring, A.M. 2004. Abnormal Psychology. United States Of America : John Wiley & Sons. (Ninth Edition)
Davison, G. C & Neale, John M. 1978. Abnormal Psychology. 8 th edition. New York : John Wiley & Son
Escobar, J. I. 1996. Pharmalogical Treatment of Somatization. Psychopharmacology Bulletin. 32.4: 589-596
Escobar, J. I. 1987. Cross Cultural Aspects of Somatization Trait. Journal Hospital and Community. February. 38. 2. 74-180
Fausiah, F, Widury, J. 2005. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta : UI Press
Ford, C. V. 1986. The Somatizing Disorder. Psychosomatics, 27: 327- 337.
Ford, C.V. 1983. The Somatizing Disorder. Illness as A Way of Life. New York: Elsevier Science Publishing Co. Inc.
Halgin, P. Richard, Susan Krauss Whitbourne. 2010. Abnormal Psychology : Clinical Perspective on Psychological Disorders, 6th ed. Salemba Humanika
Isaac, M., Janca, A., Burke, K.C., Silva, J. A.C., Acuda, S.W., Altamura, A.C., Burke, J.D., Chandrashekar, C.R., Miranda, C.T., Tacchini, G. 1995. Medically Unexplained Somatic Symptoms in Different Cultures. Journal Psychotherapy Psychosomatic. 64: 88-93.
Kaplan, H.I., Sadock, B.J., Grebb, J.A. (1991). Synopsis of psychiatry. 6th ed. Baltimore: Williams & Wilkins. p 389
Kellner, R. 1994. Psychosomatic Syndromes, Somatization and Somatoform Disorder. Psychotherapy and Psychosomatic. 61: 4-24
Kellner, R. (1986). Somatization and Hypochondriasis. New York: Praeger.
Kendall, P.C. Hammen, C. 1998. Abnormal Psychology: Understanding Human Problem. Second Edition. New York: Houghten Mifflin Company
Kroenke, K. 2007. Efficacy of Treatment for Somatoform Disorders : A Review of Randomized Controled Trials, Psychomatic Medicine, 69 (9), 881 – 888
Maramis, Albert A., Willy F. Maramis. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya. Airlangga University Press (AUP)
Mayou, R. 1993. Somatization. JournalPsychotherapy Psychosomatic. 59:69-83. https://www.academia.edu/20216616/PS_ABNORMAL_JURNAL, 29 Desember 2022
Menza, Lauritano, Allen, Warman,Ostella, Hmaer, & Escobar, 2001. Treatment of somatization disorder with nefazodone : A prospective, open-label study. Journal Annals of Clinical Psychiatry, 19, 251-258
Salkovskis, P. M. & Warwick, H., (2001). Making sense of hypochondriasis: a cognitive theory of health anxiety. In: Asmundson, G., Taylor, S. and Cox, B. J., eds. Health Anxiety: Clinical and Research Perspectives on Hypochondriasis and Related Conditions. New York: Wiley, pp. 46-64
Salkovskis, P.M., & Warwick, H.M., (1986). Morbid preoccupations, health anxiety and reassurance: a cognitive-behavioural approach to hypochondriasis. Behaviour Research and Therapy; 24(5):597–602
Scicchitano. J., Lovell. P., Pearce, R., Marley. J. & Pilowsky. I. 1996. Illness Behavior and Somatization in General Practice. Journal of Psychosomatic Research. 41. 3: 247-254
Visser, S. & Bouman, T.K. (2001). The treatment of hypochondriasis: Exposure plus response prevention vs cognitive therapy. Behaviour Research and Therapy, 39 (4), 423-442
Wyshak, G., & Barsky, A. (1995). Satisfaction with and effectiveness of medical care in relation to anxiety and depression: Patient and physician ratings compared. General Hospital Psychiatry, 17(2), 108–114. https://doi.org/10.1016/0163-8343(94)00097-W, 29 Desember 2022
Kesehatan mental adalah aspek penting dari kesejahteraan keseluruhan seseorang. Sama seperti tubuh kita memerlukan perawatan dan perhatian khusus untuk menjaga kesehatannya, pikiran dan jiwa kita juga memerlukan upaya serupa. Dalam dunia yang semakin kompleks dan cepat berubah, kesehatan mental sering kali terabaikan. Namun, mengatasi tantangan kesehatan mental adalah langkah penting untuk mencapai kehidupan yang seimbang dan bahagia.
Pentingnya Kesehatan Mental
Kesehatan mental mencakup kesejahteraan emosional, psikologis, dan sosial seseorang. Ini melibatkan kemampuan untuk mengatasi stres, menjaga hubungan yang sehat, dan mengelola perubahan dalam hidup. Kesehatan mental yang baik membantu kita merasa lebih positif, mampu menghadapi tantangan, dan berkontribusi secara positif dalam berbagai aspek kehidupan.
Namun, banyak faktor yang dapat memengaruhi kesehatan mental kita. Tekanan dari pekerjaan, masalah keuangan, perubahan dalam hubungan personal, serta tekanan sosial dapat menjadi pemicu masalah kesehatan mental. Oleh karena itu, penting untuk mengenal dan mempraktikkan strategi yang dapat membantu menjaga keseimbangan pikiran dan jiwa.
Merawat diri sendiri adalah langkah pertama yang penting dalam menjaga kesehatan mental. Ini melibatkan tidur yang cukup, nutrisi yang seimbang, dan olahraga teratur. Tubuh yang sehat dapat mendukung pikiran yang sehat.
Mengelola Stres
Woman expressing strong various feelings and emotions. Girl suffering from distracted behavior and mood changes. Vector illustration for mental disorder, psychology, stress, crisis concept
Stres adalah bagian alami dari kehidupan, tetapi mengelolanya dengan baik adalah kuncinya. Cobalah teknik relaksasi seperti meditasi, pernapasan dalam, atau yoga untuk meredakan stres.
Berbicara dengan Seseorang
Berbicara tentang perasaan dan pikiran kita dapat membantu mengurangi beban yang kita rasakan. Berbicara dengan teman dekat, anggota keluarga, atau bahkan seorang profesional kesehatan mental dapat memberikan wawasan dan dukungan yang diperlukan.
Mengembangkan Hobi
Melibatkan diri dalam hobi yang disukai dapat membantu mengalihkan perhatian dari stres dan meningkatkan suasana hati.
Menjaga Hubungan Sosial
Hubungan yang sehat dengan orang-orang di sekitar kita dapat memberikan dukungan emosional yang penting. Luangkan waktu untuk berkumpul dengan teman dan keluarga.
Menerima Perubahan
Hidup adalah tentang perubahan. Belajar menerima perubahan dan beradaptasi dengan situasi baru dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan ketahanan mental.
Menghindari Overload Informasi
Era digital membawa banyak informasi dalam genggaman kita. Namun, terlalu banyak paparan berita negatif dapat memengaruhi kesehatan mental kita. Batasi waktu yang dihabiskan untuk mengkonsumsi berita dan pastikan untuk memilih sumber informasi yang positif.
Menetapkan tujuan yang realistis dan mengatur batasan yang sehat dalam pekerjaan dan kehidupan sehari-hari dapat membantu mengurangi tekanan yang dirasakan.
Membatasi Penggunaan Media Sosial
Media sosial dapat menjadi sumber tekanan dan perbandingan sosial yang merugikan. Batasi waktu yang dihabiskan di platform ini dan fokuslah pada interaksi sosial yang lebih nyata. Ini dapat mengurangi perasaan cemburu, rendah diri, dan kecemasan yang sering kali dipicu oleh paparan berlebihan terhadap dunia maya.
Kesimpulan
Kesehatan mental adalah harta yang berharga dalam hidup kita. Mengatasi tantangan kesehatan mental bukanlah tugas yang mudah, tetapi dengan kesadaran dan usaha yang tepat, kita dapat menjaga keseimbangan pikiran dan jiwa kita. Merawat diri sendiri, mengelola stres, dan menjaga hubungan sosial yang sehat adalah beberapa langkah penting dalam perjalanan menuju kesehatan mental yang optimal. Ingatlah, mencari bantuan dari profesional kesehatan mental adalah tindakan bijaksana jika Anda merasa kesulitan mengatasi masalah kesehatan mental.
Pentingnya Literasi untuk Generasi Z: Membuka Pintu Menuju Masa Depan
Generasi Z, sebagai generasi yang tumbuh di tengah kemajuan teknologi dan informasi yang pesat, memiliki potensi besar untuk mencapai kesuksesan dan kemandirian. Namun, untuk merealisasikan potensi tersebut, literasi menjadi fondasi yang krusial.
Literasi tidak hanya berkaitan dengan kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga meliputi pemahaman informasi, analisis kritis, dan kemampuan berpikir secara reflektif. Dalam artikel ini, kami akan menggali pentingnya literasi untuk generasi Z dan bagaimana kemampuan literasi dapat membuka pintu menuju masa depan yang berdaya.
Definisi Literasi
Literasi merujuk pada kemampuan individu untuk memahami, mengevaluasi, menggunakan, dan berkomunikasi dengan informasi tertulis dalam berbagai konteks kehidupan. Kemampuan literasi mencakup pemahaman membaca, keterampilan menulis, dan interpretasi informasi secara kritis. Selain itu, literasi juga mencakup pemahaman tentang media, teknologi, dan budaya secara luas.
Pemahaman membaca melibatkan kemampuan untuk mengidentifikasi dan memahami makna dari teks tertulis, baik dalam bentuk buku, artikel, laporan, atau teks digital. Keterampilan menulis mencakup kemampuan menyusun pikiran dan ide menjadi teks yang jelas, koheren, dan efektif.
Selain keterampilan bahasa, literasi juga melibatkan keterampilan kritis dalam mengolah informasi. Kemampuan untuk mengevaluasi kebenaran dan validitas informasi, serta kemampuan untuk mengenali bias atau manipulasi dalam teks, juga merupakan aspek penting dari literasi.
Literasi membuka akses ke beragam informasi dan pengetahuan. Dalam era di mana informasi berseliweran dengan begitu cepatnya, kemampuan untuk membaca dan memahami berbagai sumber informasi adalah kunci untuk tetap terinformasi dan berpengetahuan. Generasi Z dapat mengeksplorasi berbagai topik, belajar dari pengalaman orang lain, dan mendapatkan wawasan yang luas melalui literasi.
Kemampuan berpikir kritis adalah salah satu aspek penting dari literasi. Generasi Z yang memiliki kemampuan berpikir kritis dapat mengevaluasi dan menganalisis informasi dengan lebih baik. Mereka tidak hanya menerima informasi begitu saja, tetapi juga mempertanyakan, menyelidiki, dan mencari pemahaman yang lebih mendalam. Ini membantu mereka mengidentifikasi fakta dari opini, menghadapi berita palsu, dan membuat keputusan yang lebih bijaksana.
Literasi juga berperan dalam mengembangkan daya kreativitas dan inovasi generasi Z. Dengan membaca dan mengeksplorasi cerita dan pengetahuan dari berbagai budaya dan konteks, mereka dapat menggali inspirasi dan ide-ide kreatif untuk menghadapi berbagai tantangan dan menciptakan solusi yang inovatif.
4. Penguatan Keterampilan Komunikasi
Kemampuan berbicara dan menulis dengan baik merupakan keterampilan yang sangat berharga dalam dunia profesional dan sosial. Literasi membantu generasi Z untuk meningkatkan keterampilan komunikasi mereka. Dengan kemampuan berkomunikasi yang efektif, mereka dapat menyampaikan gagasan, menyampaikan pesan dengan jelas, dan membangun hubungan yang baik dengan orang lain.
5. Penguatan Peran Sosial dan Partisipasi Aktif
Literasi juga membantu generasi Z untuk berperan secara sosial dan berpartisipasi aktif dalam masyarakat. Dengan pemahaman tentang isu-isu sosial dan politik, mereka dapat menjadi warga yang aktif, berkontribusi pada masyarakat, dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan masa depan mereka.
6. Peningkatan Peluang Karir
Penguasaan literasi yang baik memberikan keuntungan dalam dunia kerja. Kemampuan berkomunikasi dengan baik, berpikir kritis, dan mengelola informasi menjadi kunci sukses dalam berkarir. Generasi Z yang literat memiliki peluang lebih besar untuk mencapai karir yang memuaskan dan sukses.
7. Pengembangan Empati dan Keterbukaan Berpikir
Melalui membaca dan eksplorasi informasi, generasi Z dapat memahami berbagai sudut pandang dan realitas kehidupan orang lain. Ini membantu mereka mengembangkan empati dan keterbukaan berpikir, menjadi individu yang lebih toleran dan menghargai keragaman.
Kesimpulan
Literasi adalah salah satu pilar utama dalam pembentukan generasi Z yang berdaya dan tangguh. Kemampuan membaca, memahami informasi, berpikir kritis, dan berkomunikasi dengan baik membawa dampak positif dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Dengan literasi yang kuat, generasi Z memiliki potensi untuk mencapai masa depan yang cerah, berperan aktif dalam masyarakat, dan memberikan kontribusi positif bagi dunia. Mari bersama-sama mendukung dan mendorong generasi Z untuk mengembangkan kemampuan literasi yang unggul dan membuka pintu menuju masa depan yang berdaya.
Memahami Pentingnya Emosi Positif untuk Melejitkan Resiliensi
Resiliensi merupakan kemampuan individu untuk pulih dari situasi sulit, beradaptasi, dan tumbuh menjadi lebih kuat. Bagi beberapa orang, kemampuan ini tampak alami, sementara bagi yang lainnya, tantangan tersebut mungkin menimbulkan perasaan putus asa.
Emosi positif, seperti rasa bahagia dan optimisme, memainkan peran sentral dalam membantu kita melejitkan resiliensi dalam menghadapi berbagai kesulitan dalam hidup. Ketika individu menghadapi situasi yang menekan, emosi positif membantu mengubah pola pikir mereka dari fokus pada kegagalan menjadi melihat potensi pertumbuhan dan peluang. Simak penjelasan pentingnya emosi positif dalam mengembangkan resiliensi secara ilmiah dan formal.
Definisi Emosi Positif
Emosi positif merujuk pada perasaan senang, bahagia, optimis, cinta, dan apresiasi dalam kehidupan seseorang. Emosi ini mendukung kesejahteraan mental dan fisik, dan memainkan peran penting dalam membentuk kepribadian dan respons individu terhadap stres dan tantangan.
Definisi Resiliensi
Resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi tantangan, stres, atau trauma tanpa mengalami kerusakan psikologis yang berat. Ini bukan berarti kita tidak merasakan emosi negatif, tetapi resiliensi memungkinkan kita untuk mengalami emosi tersebut dengan lebih seimbang dan dapat pulih dengan lebih cepat.
Hubungan Emosi Positif dan Resiliensi
Beberapa hubungan antara emosi positif dengan resiliensi, antara lain:
Peningkatan Ketahanan Mental
Emosi positif dapat meningkatkan ketahanan mental seseorang. Ketika seseorang memiliki sikap optimis dan cenderung melihat sisi positif dari setiap situasi, mereka lebih mampu mengatasi tekanan dan kesulitan dengan lebih baik.
Peningkatan Kesehatan Mental
Emosi positif berkontribusi pada kesehatan mental yang baik. Orang yang memiliki emosi positif cenderung mengalami tingkat stres yang lebih rendah dan lebih mampu mengatasi perasaan sedih atau cemas dengan lebih efektif.
Pengaruh pada Pola Pikir
Emosi positif dapat mengubah pola pikir seseorang dari fokus pada kegagalan menjadi melihat peluang dan potensi pertumbuhan. Orang yang memiliki emosi positif akan lebih terbuka terhadap pembelajaran dan beradaptasi dengan perubahan.
Mekanisme Psikologis Emosi Positif dalam Meningkatkan Resiliensi
Adapun mekanisme psikologis emosi positif dalam meningkatkan resiliensi, yakni:
Coping Aktif
Emosi positif memfasilitasi strategi coping aktif, di mana individu cenderung mencari solusi atas masalah yang dihadapi. Hal ini membantu mereka mengatasi kesulitan dengan lebih produktif.
Regulasi Emosi
Emosi positif memainkan peran penting dalam regulasi emosi. Seseorang yang memiliki emosi positif cenderung mengalami kecenderungan untuk mengalihkan perhatian dari perasaan negatif dan menjaga keseimbangan emosional.
Pengaruh pada Gaya Hidup Sehat
Emosi positif berhubungan dengan gaya hidup sehat, seperti makan dengan gizi seimbang, olahraga, dan tidur yang cukup. Gaya hidup sehat mendukung kesehatan fisik dan mental yang optimal, yang pada gilirannya mempengaruhi tingkat resiliensi.
Cara Meningkatkan Emosi Positif untuk Meningkatkan Resiliensi
Berikut ini beberapa cara meningkatkan emosi positif demi meningkatkan resiliensi:
Praktikkan Gratitude (Rasa Syukur)
Menyadari dan menghargai hal-hal positif dalam hidup, meskipun kecil, membantu meningkatkan emosi positif dan membangun resiliensi.
Berlatih Mindfulness
Praktik kesadaran diri dan mindfulness membantu mengurangi stres dan mengembangkan emosi positif. Memusatkan perhatian pada momen sekarang membantu mengurangi kecemasan masa depan atau penyesalan masa lalu.
Berkomunikasi Dengan Dukungan Sosial
Menghubungi keluarga dan teman-teman untuk berbicara tentang perasaan dan pengalaman membantu meningkatkan emosi positif dan menguatkan resiliensi.
Kesimpulan
Emosi positif memiliki peran sentral dalam mengembangkan resiliensi individu. Dengan meningkatkan emosi positif, seseorang dapat menghadapi tantangan hidup dengan lebih baik, menumbuhkan ketahanan mental, dan memperkuat kesehatan mental mereka. Menggunakan mekanisme psikologis yang positif dan mengadopsi praktik-praktik yang meningkatkan emosi positif, individu dapat membangun landasan yang kokoh untuk menghadapi setiap kesulitan dan melampaui rintangan dengan penuh keyakinan. Intinya, penting bagi kita untuk memahami peran krusial emosi positif dalam meningkatkan resiliensi untuk menciptakan generasi yang tangguh dan berdaya.
Periode remaja adalah fase penting dalam kehidupan setiap individu. Perkembangan fisik, kognitif, dan emosional yang pesat dapat menjadi tantangan bagi remaja. Artikel ini menyajikan 10 cara menghadapi perkembangan dan emosi remaja yang bisa jadi referensi. Namun, sebelum itu kami akan membahas mengenai pentingnya memahami perkembangan dan emosi remaja.
Memahami perkembangan dan emosi remaja adalah kunci untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan mereka secara holistik. Ketika orang tua, pendidik, atau perawat memiliki pemahaman yang baik tentang perkembangan dan emosi remaja, mereka dapat memberikan dukungan dan bimbingan yang tepat. Ini membantu remaja untuk menghadapi tantangan dan kesulitan dengan lebih baik.
Selain itu, memahami perkembangan dan emosi remaja juga memungkinkan kita untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan inklusif bagi mereka. Ini mencakup menyediakan dukungan sosial, mendengarkan perasaan mereka dengan empati, dan membantu mereka mengembangkan keterampilan koping yang sehat.
Dengan memahami perkembangan dan emosi remaja, kita dapat memperkuat ikatan antara generasi muda dengan masyarakat dan memfasilitasi pertumbuhan mereka menuju masa dewasa yang sehat dan berdaya. Oleh karena itu, upaya untuk memahami dan mendukung perkembangan dan emosi remaja sangatlah penting dalam menciptakan generasi yang tangguh, berdaya, dan bahagia.
7 Cara Menghadapi Perkembangan dan Emosi Remaja
Lantas, bagaimana cara menghadapi perkembangan dan emosi remaja? Berikut ini tujuh di antaranya:
Meningkatkan kesadaran diri dan menerima diri sendiri merupakan langkah pertama menghadapi perkembangan dan emosi remaja. Remaja perlu memahami kelebihan dan kelemahan mereka agar dapat menghadapinya dengan bijaksana.
2. Komunikasi Terbuka dengan Orang Tua atau Pengasuh
Komunikasi terbuka dengan orang tua atau pengasuh membantu remaja untuk menyampaikan perasaan dan pemikiran mereka. Ini juga memungkinkan orang tua memberikan dukungan dan bimbingan yang diperlukan.
Membangun hubungan sosial yang positif membantu remaja untuk merasa diterima dan terhubung dengan lingkungan sekitarnya. Hubungan yang positif dapat meningkatkan kesejahteraan emosional dan psikologis remaja.
Konflik adalah bagian dari kehidupan remaja. Menghadapinya dengan bijaksana melibatkan keterampilan komunikasi yang efektif dan sikap saling menghormati. Hal ini membantu membangun kemampuan dalam mengelola emosi negatif.
Keterampilan koping membantu remaja untuk mengatasi stres dan tantangan kehidupan. Mengidentifikasi strategi koping yang efektif, seperti berbicara dengan seseorang yang dipercaya atau menulis jurnal, membantu remaja menghadapi masalah dengan lebih baik.
Mengembangkan hobi dan minat membantu remaja untuk merasa berharga dan merasa terpenuhi secara pribadi. Aktivitas ini juga membantu mengalihkan perhatian dari emosi negatif dan meningkatkan rasa percaya diri.
Jika remaja mengalami kesulitan menghadapi perkembangan dan emosi, penting untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental. Konsultasi dengan psikolog atau konselor dapat memberikan dukungan dan bimbingan yang dibutuhkan.
Oleh : Basilia SW
Kesimpulan
Menghadapi perkembangan dan emosi remaja membutuhkan pemahaman, dukungan, dan keterampilan yang tepat. Self-awareness, komunikasi terbuka dengan orang tua, pembangunan hubungan sosial yang positif, dan menghadapi konflik dengan bijaksana adalah beberapa langkah penting yang dapat diambil. Jika remaja mengalami kesulitan yang berat, konsultasi dengan profesional kesehatan mental adalah langkah yang bijaksana. Dengan kombinasi langkah-langkah ini, remaja dapat menghadapi perkembangan dan emosi dengan penuh percaya diri dan keberhasilan.
Overthinking atau berpikir berlebihan adalah kecenderungan untuk terus-menerus memikirkan dan menganalisis situasi atau masalah dalam berlebihan dan berulang-ulang. Meskipun kegiatan berpikir merupakan bagian alami dari proses kognitif manusia, overthinking dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental seseorang. Artikel ini membahas pengaruh overthinking terhadap kesehatan serta menyajikan cara-cara efektif untuk menanganinya.
Pengaruh Overthinking Terhadap Kesehatan
Beberapa pengaruh overthinking terhadap kesehatan, antara lain sebagai berikut:
Overthinking sering kali berhubungan dengan kecemasan yang berlebihan. Saat seseorang terus-menerus memikirkan kemungkinan buruk atau konsekuensi negatif dari suatu situasi, kecemasan dapat meningkat secara signifikan. Hal ini dapat menyebabkan gangguan kecemasan seperti gangguan kecemasan umum (GAD) yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang.
Stres dan Gangguan Tidur
Overthinking dapat menyebabkan tingkat stres yang tinggi. Pikiran yang berputar-putar dan khawatir terus-menerus dapat menyebabkan tubuh melepaskan hormon stres seperti kortisol secara berlebihan. Hal ini dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko terhadap berbagai penyakit. Selain itu, overthinking juga dapat mengganggu tidur dan menyebabkan gangguan tidur, insomnia, atau tidur yang tidak nyenyak.
Gangguan Fisik
Pengaruh overthinking tidak hanya terbatas pada kesehatan mental, tetapi juga dapat berdampak pada kesehatan fisik. Stres kronis akibat overthinking dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, sakit kepala, dan masalah kulit.
Cara Tepat Menangani Overthinking
Berikut ini beberapa cara menangani overthinking:
Praktikkan Mindfulness
Mindfulness atau kesadaran diri adalah teknik yang efektif untuk menghadapi overthinking. Dengan mengalihkan perhatian pada momen sekarang, seseorang dapat membatasi khayalan berlebihan. Latihan pernapasan dalam dan meditasi juga dapat membantu menenangkan pikiran.
Batasi Waktu Berpikir
Tentukan waktu khusus dalam sehari untuk merenung dan berpikir tentang masalah yang dihadapi. Setelah waktu tersebut berakhir, tuntaskan aktivitas berpikir tersebut dan alihkan perhatian pada hal-hal lain. Ini membantu mencegah overthinking dari mengambil alih waktu dan energi kita.
Terapkan Pola Pikir Positif
Hindari terjebak dalam siklus negatif pikiran. Coba untuk menggantikan pikiran negatif dengan pikiran positif dan realistis. Ingatkan diri Anda bahwa khayalan berlebihan cenderung tidak realistis dan tidak membantu menyelesaikan masalah.
Cari Dukungan Sosial
Bicarakan perasaan Anda dengan teman, keluarga, atau profesional kesehatan mental. Berbicara dengan orang lain dapat membantu mengurangi tekanan psikologis dan memberikan perspektif yang berbeda tentang masalah yang dihadapi.
Lakukan Aktivitas yang Menyenangkan
Cari waktu untuk melakukan aktivitas yang Anda nikmati, seperti olahraga, bermain musik, atau bersantai dengan hobi. Aktivitas-aktivitas ini dapat membantu mengalihkan perhatian dari overthinking dan meningkatkan suasana hati.
Pentingnya Menanganinya dengan Tepat
Menanganinya dengan tepat adalah kunci untuk menjaga kesehatan mental dan fisik yang optimal. Overthinking yang berlarut-larut dapat mengganggu kualitas hidup dan menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Dengan mengenali dan menghadapi overthinking dengan bijaksana, individu dapat meningkatkan resiliensi dan kemampuan dalam menghadapi stres dan tantangan kehidupan.
Oleh : Basilia SW
Kesimpulan
Intinya, overthinking merupakan masalah yang serius dan berdampak pada kesehatan fisik dan mental. Kecenderungan untuk terus-menerus memikirkan dan menganalisis situasi atau masalah dapat menyebabkan gangguan kecemasan, stres, dan gangguan tidur.
Namun, selain dengan mengadopsi strategi seperti praktek mindfulness, batasi waktu berpikir, menerapkan pola pikir positif, mencari dukungan sosial, dan melakukan aktivitas yang menyenangkan, seseorang dapat mengatasi overthinking dengan mengikuti training dengan tema yang bisa membangun hal hal yang positif yang bisa menjauhkan dari overthinking